Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti
Tahun 1926 saat Konggres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya, Nyai Dahlan membuat catatan sejarah. Dialah wanita pertama yang tampil memimpin kongres tersebut.
Saat itu, dalam sidang Aisyiyah yang dipandunya duduk puluhan pria di samping mimbar.
Mereka merupakan wakil pemerintah dan perwakilan organisasi yang belum memiliki organisasi kewanitaan dan wartawan. Seluruh pembicara dalam sidang tersebut merupakan kaum perempuan, hal yang tidak biasa pada masa itu.
Pengaruhnya saat itu sempat tercatat pada media massa sebagai berita utama. Eksesnya semakin banyak kaum perempuan yang bergabung dengan Aisyiyah. Pengaruh Aisyiyah pun meluas di seluruh nusantara.
Pada masa revolusi kemerdekaan, Aisyiyah sempat dilarang oleh Pemerintah Jepang saat itu. Namun, perjuangan Nyai Ahmad Dahlan beralih kepada pelayanan pejuang kemedekaan.
Ia juga menyerukan kepada para siswa Muhammadiyah untuk bangkit melawan penjajah. Namun, perjuangannya harus terhenti hingga usianya mencapai 74 tahun pada 31 Mei 1946.
Dia dimakamkan di pemakaman di belakang Masjid Besar Kauman Yogyakarta. Menteri Sekretaris Negara Mr AG Pringgodigdo dan menteri Agama Rasjidi mewakili pemerintah memberikan penghormatan terakhir saat pemakamannya.
Nyai Ahmad Dahlan mendapat anugerah Pahlawan Nasional oleh Presiden Soeharto sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 42/TK Tahun 1971.