REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Presiden Jokowidodo diminta untuk tidak memilih Jaksa Agung dari pihak internal kejaksaan. Hal ini disampaikan Ali Akbar, Juru Bicara Jaringan Advokasi Pencari Suaka, pada Konferensi Pers pembahasan sikap luar negeri Pro People Diplomacy di Godangdia Jakarta Pusat, Jumat (31/10). Alasan permintaan ini tidak lain karena adanya indikasi rantai keburukan yang terjadi dalam kejaksaan.
"Ada mata rantai kejahatan dalam lingkungan kejaksaan yang harus segera diputuskan. Seperti korupsi dan penyelewengan kasus", kata Ali.
Poengky Indarti dari Imprasial pun mendukung pernyataan tersebut. Selain itu ia menambahkan agar Jaksa Agung yang dipilih harus memiliki sikap tegas dan berani dalam mengungkap kasus pelanggaran HAM.
"Semoga kebijakan pemerintah sekarang jangan hanya jargon. Tapi harus bekerja sungguh-sungguh, terutama dalam pemilihan Jaksa Agung", kata Poengky.
Menurut Hendardi Direktur Setara Institute, Jaksa Agung dalam masa kepemimpinan SBY belum mampu menuntaskan kasus pelanggaran HAM. Terutama kasus masa lalu, seperti Munir. Oleh itu dibutuhkan Jaksa Agung yang berani dan berasar dari luar kejaksaan untuk memperbaiki sistem di sana. Namun dukungan Presiden terhadap Jaksa Agung tersebut harus kuat. Karena jika tidak, Jakgung tidak akan memiliki kekuatan di internal.
"Presiden harus mendukung Jaksa Agung jika ia berasal dari luar lingkungan kejaksaan", kata Ali menegaskan.