REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Sekretaris Paguyuban Suryosumunan Mangkunegaran, Raden Ayu (RA) Berar Fathia mengatakan banyak tanah milik Keraton Mangkunegaraan yang dirampas oleh negara tanpa ganti rugi. Akibatnya rakyat di sekitar keraton dimiskinkan oleh negara.
"Banyak hak ulayat dan hak-hak tanah milik Keraton Mangkunegaraan yang diambil alih dan dirampasoleh negara, bahkan keraton tidak mendapatkan ganti rugi apapun. Akibatnya, keraton dan rakyatnya ikut dimiskinkan oleh negara," ujar Fathia saat diwawancarai Republika, Kamis (30/10) siang.
Menurutnya hal ini tidak terjadi di Yogyakarta karena statusnya masih Daerah Istimewa, dengan Sultan Hamengkubuwono sebagai Gubernur. Sehingga masih ada yang menjaga. Sedangkan di Surakarta, statusnya bukan Daerah Istimewa lagi, jadi tidak ada yang menjaga hak-hak ulayat dan tanah keraton.
Fathia pun berharap negara segera mengembalikan hak ulayat dan sertifikat tanah milik keraton Mangkunegaraan. Begitu pula hak ulayat milik masyarakat adat di seluruh nusantara yang dirampas negara.
"Sertifikat tanah dan hak ulayat harus segara dikembalikan ke pemiliknya," tegasnya.
Ia mengatakan jangan kaget kalau sertifikat itu dirampas oleh bangsa asing maupun bangsa kita sendiri. Fathia menjelaskan modusnya, Bupati dan Wali Kota setempat merayu dan mengiming-imingi para tokoh adat, pemilik tanah keraton dan tokoh masyarakat setempat.
"Mereka diminta memberikan atau menjual tanahnya kepada pemerintah dengan alasan kepentingan publik, sebagai tanah garapan untuk rakyat.," jelasnya.
Anggota Presidium Aliansi Perempuan dan Kemitraan Nasional Indonesia itu juga meragukan kepemimpinan Presiden Joko Widodo dapat mengembalikan hak ulayat, tanah adat dan tanah keraton yang dirampas negara itu.
"Saya rasa, Presiden Jokowi tidak ada kekuatan untuk mengembalikan tanah adat hak ulayat dan tanah kerajaan. Khususnya yang dirampas oleh pemkot dan pemkab sejak otonomi daerah diberlakukan," jelasnya.
Ternyata, ungkapnya, para ketua adat, tokoh masyarakat dan keluarga keraton itu banyak yang ditipu oleh Pemkot dan Pemkab di derahnya, sertifikat tanah itu dijual ke pengusaha nasiona dan asing. Apalagi, kebanyakan mereka adalah orang-orang yang lugu dan mengira pemerintahnya baik dan benar.
"Kalau saat ini banyak yang bereaksi dan menderita akibat tertipu oleh pemerintah, itu wajar saja. Keraton Mangkunegaraan juga merasa ditipu dan dirugikan pemerintah," katanya.
Jadi jelasnya, para tokoh adat, keraton dan pemimpin masyarakat meminta kembali hak-hak yangtelah dirampas oleh negara. Ia menegaskan, kalau sudah bicara sita-menyita tanah jangan main-main. Tanah kerajaan ini besar sekali, bukan hanya di Jawa, tetapi juga ada di Sunda Besar dan Sumatera.
"Semua kekayaan kerajaan ini ada bukti dan dokumennya di Departemen Kehakiman. Jadi, sangat mudah untuk menyita kembali tanah yang menjadi milik keraton dan masyarakat adat. Kalau pun ada bangunan di atas tanah, itu ilegal," jelasnya.
Fathia menambahkan, pemerintah sangat takut jika pihak keraton benar-benar menyita kembali tanah miiknya. "Sebelum kami menyitanya kembali, pemerintah harus cepat mengambil alih tanah-tanah itu dan mengembalikannya untuk kesejahteraan rakyat," katanya.