REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) berencana menyempurnakan sighat taklik pernikahan agar lebih sesuai dengan konteks kekinian. Terkait dengan itu, Muhammadiyah, menyambut baik rencana dari Kemenag tersebut.
"Kalau memang disempurnakan, bagus," kata Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Yunahar Ilyas, saat dihubungi di Jakarta pada Ahad (2/11) malam WIB. Sighat taklik merupakan janji yang diucapkan oleh mempelai pria (suami) mengenai kewajibannya terhadap mempelai wanita (istri). Janji ini diucapkan suami tersebut segera setelah akad nikahnya berlangsung.
Di dalam sighat taklik, antara lain disebut kewajiban suami untuk memperlakukan istrinya secara baik, yaitu menurut ajaran Islam. Kemudian, istri berhak mengadukan suami ke Pengadilan Agama bila suami tersebut memberi perlakuan yang tidak menyenangkan kepadanya.
Akan tetapi, lanjut Yunahar, pihaknya baru akan menanggapi secara mendalam penyempurnaan ini jika Kemenag sudah mengumumkan redaksi teks sighat taklik yang baru. Sebab, sampai saat ini Muhammadiyah maupun ormas Islam lainnya belum menerima pernyataan tertulis resmi dari Kemenag terkait dengan isi teks sighat taklik yang baru.
Hal ini dilakukan oleh Muhammadiyah agar tidak ada kesan terburu-buru dalam mempelajari dampak penyempurnaan sighat taklik. Menurut Yunahar, tidak semua orang Islam memandang sighat taklik sebagai hal yang perlu dibacakan dalam sebuah prosesi pernikahan.
Kerap kali, suami hanya diberi waktu oleh pihak penghulu untuk membacanya sendiri, baru kemudian suami tersebut dipersilakan menandatanganinya. Hal itu merupakan kebolehan alias tidak mengikat. "Boleh (sighat taklik) dibaca, juga boleh tidak. Kalau tidak dibaca, cukup ditandatangani saja oleh mempelai pria," kata Yunahar.