REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden dan wakil presiden baru menjadi sorotan masyarakat. Isu pelengseran keduanya sempat bergulir yang dihembuskan pihak tidak bertanggungjawab.
Bagaimanakah seharusnya masyarakat menyikapi kepemimpinan baru di negeri ini? Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) memiliki pandangan dan argumentasi untuk masyarakat menyikapi pemerintahan. Berikut pandangannya yang disampaikan ketum PBNU, Said Aqil Siraj
Bagaimana posisi NU dalam pemerintahan yang akan datang?
Pemerintah di bawah pimpinan Jokowi dan Jusuf Kalla akan kita dukung hingga akhir masa jabatan selama lima tahun ke depan. Pemerintah yang sah tidak boleh dilengserkan.
Kecuali Presiden melanggar aturan yang sangat prisipil seperti melangar Pancasila atau Undang-Undang Dasar tahun 1945. Kalau melanggar itu baru boleh diturunkan. Tapi kalau tidak, NU akan mendukung dan berada di belakang konstitusi.
Sejarah buruk pelengseran presiden pernah kita alami. Dan itu jangan sampai diulangi. Dulu Gus Dur dilengser tanpa kesalahanan yang mendasar. Itu merupakan potret buruk sejarah bangsa.
Apakah NU akan mendukung pemerintah tanpa melihat programnya?
Tentunya dukungan NU bukan dukungan buta tanpa kritik. Kalau program pemerintah bagus dan pro takyat kita dukung sepenuhnya. Namun kalau tidak pro rakyat akan kita kritik.
Namun kita akan mengkritik dengan kritik yang membangun. Kiritik yang menggunakan etika. Tidak menghina. Apalangi mengkritik dengan melibatkan unsur SARA,itu tidak boleh. Bagaimanapun Presiden adalah simbol negara.
Apa yang harus dilakukan oleh warga Nahdliyyin ke depan?
Saya dari awal sudah mengimbau kepada warga Nahdliyyin untuk menghormati dan mendukung pemerintah yang sah. Saya juga telah mengatakan bahwa siapapun yang terpilih nanti antara pak Jokowi dan pak Prabowo adalah presiden Indonesia yang harus dihormati dan dijunjung tinggi.
Walaupun warga nahdliyyin dan para kiai banyak yang berbeda pendapat ketika pemilihan, itu kan wajar. Tapi setelah terpilih, maka harus mendukung presiden yang disahkan konstitusi.