REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri mengabulkan permohonan penangguhan penahanan tersangka penghina Presiden Joko Widodo di media sosial, MA, sehingga pada Senin pagi ini yang bersangkutan dikeluarkan dari rutan Bareskrim Polri.
"Terhitung hari ini penyidik memberikan status penangguhan penahanan. MA sudah dijemput keluarganya tadi pagi," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Brigjen Pol Boy Rafli Amar, di Jakarta, Senin.
Boy menjelaskan pada 28 Oktober 2014, Bareskrim menerima surat permohonan penangguhan hukuman dari kuasa hukum MA yang sudah ditangkap sejak 23 Oktober 2014 oleh penyidik Polri.
Atas dasar proses pemeriksaan dan penyidikan yang sudah terpenuhi serta kelengkapan formil dan materil yang dinilai telah lengkap, akhirnya penyidik mengabulkan permohonan penangguhan penahanan MA.
Meski demikian, Boy menegaskan penangguhan penahanan ini bukan berarti proses penyidikan MA berhenti.
"Berkas perkara masih diproses," ujarnya.
Dia mengatakan selanjutnya MA wajib lapor dua kali seminggu dalam masa penangguhan penahanan tersebut. Dikatakannya, sesuai Pasal 31 ayat 1 KUHAP tahun 1981 tentang Penangguhan Tahanan boleh diajukan oleh tersangka dengan syarat wajib lapor dua kali sepekan pada Senin dan Kamis, tidak menghilangkan barang bukti dan tidak melarikan diri.
Dalam pengajuan penangguhan penahanan itu, ibunda MA, Mursida dan kuasa hukum MA, Irfan Fahmi bertindak sebagai penjamin.
Sebelumnya, MA ditangkap di rumahnya oleh kepolisian Mabes Polri, Kamis (23/10), karena diduga melakukan tindak pencemaran nama baik dan pornografi setelah memuat gambar Presiden Joko Widodo melalui akun Facebook-nya.
Atas perbuatannya, MA terjerat pasal 29 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.