REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia meminta Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengusut nama-nama menteri yang dikenai tanda "merah dan kuning".
"Ini semacam pertanggungjawaban KPK karena sebelumnya KPK menyebutkan bahwa ada nama-nama yang ditandai dalam kabinet dengan tanda merah, tanda kuning, tetapi sampai sekarang tidak ditindaklanjuti. Apakah yang bersangkutan terpilih jadi anggota kabinet atau tidak seharusnya bagi KPK untuk segera mengusut kasus korupsi," kata Ray Rangkuti sebagai perwakilan Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia di Jakarta, Senin .
Ray yang merupakan Direktur Lingkar Madani Indonesia datang bersama dengan Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif, Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Koordinator Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad, Direktur Insitute Ecosoc Sri Palupi, Peneliti senior Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo dan sejumlah tokoh lainnya.
Presiden Joko Widodo pernah meminta KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri rekam jejak sejumlah nama yang akan dijadikan menteri, hasilnya adalah ada beberapa nama yang masuk dalam kategori merah dan kuning oleh KPK.
"Kita serahkan nama-nama itu ke KPK dengan beberapa 'background'-nya( latar belakangnya,red). Kita semua punya 'concern' yang sama, yang paling utama sekarang bagaimana membuat semua pejabat publik struktural negara kita bersih dr pelaku korupsi, karena itu nama-nama yang diserahkan tidak hanya terkait eksekutif, legislatif juga dan tentu saja BUMN," ungkap Ray.
Ia juga mendorong agar bukan hanya dalam pemilihan menteri, tapi dalam pemilihan pimpinan Badan Usaha Milik Negara juga Presiden melakukan seleksi yang sama. "Mendorong presiden, dalam konteks seleksi pimpinan BUMN, juga harus dilakukan seperti mereka (menteri)," tambah Ray.
Selain para menteri, Ray juga mengaku memberikan nama-nama yang terindikasi korupsi dan duduk di jajaran legislatif. Sedangkan Chalid Muhammad meminta KPK agar memprioritaskan untuk mengusut nama-nama tersebut.
"Ini berangkat dari beberapa data yang dilacak teman-teman, bermasalah, pernah diperiksa KPK, punya masalah hukum," kata Karyono.