REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Achmad Kaliman mengharapkan jenazah anaknya, Sumarti Ningsih (23), tenaga kerja wanita (TKW) yang menjadi korban mutilasi di Hong Kong, segera dipulangkan ke kampung halaman di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Saat ditemui wartawan di rumahnya, Grumbul Banaran RT 02 RW 05, Desa Gandrungmangu, Kecamatan Gandrungmangu, Cilacap, Senin malam, Achmad Kaliman (58) mengatakan bahwa Sumarti Ningsih merupakan anak ketiga dari empat bersaudara buah pernikahannya dengan Suratmi (49).
"Saya baru mendapat kabar tentang kematian Sumarti dari anggota kepolisian yang datang ke rumah tadi sekitar pukul 17.00 WIB," katanya.
Tidak lama kemudian, kata dia, agen tenaga kerja Indonesia di Hong Kong menelepon guna mengabarkan jika Sumarti sudah meninggal dunia dan saat ini masih dalam proses penyidikan oleh kepolisian setempat.
Dia pun segera memastikan kabar meninggalnya Sumarti kepada salah seorang kerabat yang bekerja di Hong Kong, yakni Jumiati.
"Dari Jumati itulah kami dapat kepastian jika Sumarti telah meninggal dunia," katanya.
Menurut dia, Jumiati mengabarkan jika usai bekerja di restoran langsung pergi ke rumah kontrakan Sumarti dan bertemu dengan seorang warga negara Inggris yang konon merupakan seorang bankir.
"Jumiati bertanya 'di mana adikku', lalu orang itu mengatakan bahwa Sumarti bersama seorang temannya telah dibunuh dan jasadnya dibuang ke pantai," kata Kaliman menirukan ucapan Jumiati.
Oleh karena itu, kata dia, Jumiati segera lapor polisi hingga akhirnya jasad Sumarti ditemukan di rumah orang tersebut.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa Sumarti yang lahir di Bungo Tebo, Jambi, pada tanggal 22 April 1991, berangkat ke Hong Kong untuk pertama kalinya pada tahun 2011 sebagai pembantu rumah tangga melalui PT Arafah Bintang Perkasa Cabang Cilacap.
Setelah dua tahun delapan bulan bekerja, kata dia, Sumarti kembali ke Gandrungmangu dan selanjutnya kursus "Disc Jockey' (DJ) di Yogyakarta hingga mendapatkan sertifikat "Basic DJ Mixing Course" dengan nilai baik.
"Baru satu bulan di rumah, dia berangkat lagi ke Hongkong tetapi tidak melalui perusahaan penempatan tenaga kerja Indonesia, melainkan menggunakan visa turis. Saya sudah melarang, tetapi dia tetap ingin berangkat untuk mencari uang demi masa depan Muhammad Hafid Arnovan (5), anak hasil pernikahan sirinya dengan seorang warga Semarang bernama Subadar, sehingga saya pun akhirnya mengizinkan," kata dia yang juga Ketua RT 02 RW 05.