REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mulai bekerjanya kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, membuat pebisnis di semua sektor berharap besar ada perubahan. Salah satunya dari para pelaku usaha pabrikan rokok kretek dan petani tembakau yang ingin agar pemerintah memperhatikan nasibnya.
Ketua Umum Gabungan Perserikatan Rokok Indonesia (Gappri), Ismanu Sumiran, meminta pemerintahan yang baru tetap memperjuangkan eksistensi produk kretek di Tanah Air maupun dunia. Pasalnya, kontribusinya sangat besar bagi bangsa.
“Tidak ada industri yang punya ciri khas seperti industri kretek ini, kami berharap pemerintahan baru memahami karakteristik keretek sebagai produk bangsa yang punya nilai budaya tinggi,” kata Ismanu kepada wartawan.
Oleh karena itu, ia mengatakan, dalam menelurkan program-program, tidak ada lagi ego sektoral kementerian-kementerian pemerintah. Salah satunya yang dihindari adalah upaya untuk memberangus usaha rakyat ini dengan alasan kebijakan kesehatan.
“Sebelumnya ego program kesehatan begitu kuat. Ada kepentingan dagang dibalik itu, misalnya keinginan industri farmasi asing untuk masuk serta pemain rokok asing yang tidak ingin tersaingi dengan kretek khas Indonesia,” katanya.
Ia juga meminta jangan sampai Jokowi meratifikasi berbagai aturan internasional seperti Konvensi mengenai Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan penerapan cukai rokok yang berlebihan.
“Penerapan perda dan cukai yang berlebih justru merugikan, terapkan saja aturan yang sudah ada kami patuh terhadap aturan,” tegasnya.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Suryana menyampaikan, 30 juta petani di seluruh dunia secara tegas menolak pengaksesan FCTC, dan mendukung penuh Pemerintah Indonesia untuk tidak meratifikasi FCTC.
FCTC mengancam dan mengabaikan hak perekonomian petani tembakau. Salah satu ancaman pengendalian tembakau adalah larangan penggunaan bahan tambahan, termasuk penggunaan cengkeh dan penerapan kemasan rokok polos (packaging).