REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Rakornas Kabinet Kerja 2014 di Istana Negara pagi tadi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membeberkan postur APBN selama lima tahun terakhir.
Jokowi menjelaskan, selama 2009-2013, anggaran yang dialokasikan untuk subsidi BBM jumlahnya mencapai Rp 715 triliun. Sementara, anggaran untuk kesehatan justru hanya Rp 202 triliun. Adapun anggaran untuk infrastruktur jumlahnya juga masih kalah dibanding subsidi BBM, yakni hanya Rp 577 triliun.
"Tiap hari kita membakar (BBM) itu terus. Justru yang penting kesehatan dan infrasruktur," ujar Jokowi di hadapan para menteri Kabinet Kerja, gubernur dan kapolda se-Indonesia, Selasa (4/11).
Karena itulah, lanjut dia, subsidi untuk BBM mau tidak mau harus dialihkan ke sektor produktif yang lain. Apalagi, berdasarkan studi, 71 persen penikmat subsidi BBM ternyata adalah masyarakat menengah atas.
"Ini yang harus kita ubah. Untuk itu gubernur dan kapolda jelaskan posisi ini. Tidak ada negara lain lakukan ini," kata mantan gubernur DKI Jakarta tersebut.
Pemerintah memang berencana untuk segera menaikkan harga BBM sebelum Januari 2015. Meski demikian, hingga kini pemerintah belum berani memastikan kapan kenaikan BBM akan mulai diberlakukan.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, yang ditemui usai Rakornas, mengaku masih mengkaji besaran kenaikan harga BBM bersubsidi yang akan diterapkan. Menurutnya, banyak aspek yang dapat memengaruhi harga BBM.
"Pokoknya kita melihat tidak hanya harga minyak, kurs juga berperan," ujar Bambang.