REPUBLIKA.CO.ID, Khalifah Dinasti Umayyah Sulaiman bin Abd al-Malik bin Marwan terkenal kedekatannya dengan ulama.
Ia tak pernah melewatkan masa-masa senggangnya untuk bersilaturahim, sekadar meminta petuah kepada mereka. Bahkan, ketika saat sibuk beraktivitas sebagai kepala negara atau saat tengah menjalankan ibadah.
Suatu saat, Khalifah Sulaiman ingin melepas kerinduannya kepada Ka'bah. Setibanya di Baitul Aqiq, ia meminta kepada pengawalnya untuk mencarikan seorang alim. Salah seorang pengawal berangkat menemui orang-orang yang tengah berhaji dan menanyakan keberadaan seorang yang dikehendaki khalifah.
“Di sini ada Thawus bin Kaisan, tokoh ulama ahli fikih yang paling jujur perkataannya dalam dakwah kepada Allah. Oleh karena itu temuilah dia,” jawab para jamaah yang tengah berhaji. Pengawal itu mencari Thawus dan memintanya ikut menghadap Sang Khalifah.
Thawus mengabulkan permintaan itu. Baginya, setiap dai tak boleh melewatkan peluang berdakwah. Ia juga meyakini, setiap kalimat yang disampaikan adalah kalimat yang benar untuk meluruskan para penguasa yang menyimpang. Juga untuk menjauhkan mereka dari kezaliman dan kekejaman. Dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Di depan Sang Khalifah, Thawus memberi salam dan disambut dengan sangat ramah. Sang khalifah bertanya tentang persoalan manasik haji. Thawus mendengarkan dengan tekun dan penuh hormat.
Merasa bahwa Amirul Mukminin sudah mendapatkan keterangan yang butuhkan, Thawus berkata dalam hati, “Ini adalah majelis yang kelak engkau akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT, wahai Thawus.”