REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Bank Indonesia (BI) menargetkan market share pembiayaan syariah di Indonesia mencapai 30 persen dari total pembiayaan keuangan yang ada. Saat ini, total pangsa pasar perbankan syariah masih sebesar 5 persen.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengatakan, Indonesia harus berupaya memecahkan angka 5 persen tersebut.
"Ini tentu harus dibangun dengan pengetahuan tentang ekonomi syariah harus diperluas sehingga masyarakat paham prinsip ekonomi dan keuangan syariah baru nanti kebutuhan itu muncul," ujar Agus yang ditemui usai acara Bincang Nasional bertema Pemberdayaan Lembaga Pesantren dalam Rangka Peningkatan Kemandirian Ekonomi serta Mendorong Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Surabaya, Rabu (5/11).
BI akan mendorong peningkatan pangsa pasar tersebut dari sisi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah serta dari sisi moneter syariah agar pengelolaan dana lebih efisien. Sehingga pada akhirnya pembiayaan syariah dapat menawarkan fasilitas bagi hasil ataupun sistem sewa yang kompetitif.
"Di syariah ada murabahah, musyarakah ataupun ijarah. Ini yang akan kita kembangkan bersama. Dan ini adalah kerja sama antar pemangku kepentingan untuk memajukan ini," ujarnya.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, banyak hal dalam industri keuangan syariah yang perlu ditingkatkan. Hal tersebut mencakup bank, asuransi, dan reksa dana pasar modal.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan, ruang tumbuhnya masih besar karena permintaannya akan semakin besar sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.
Salah satu kendala yang dihadapi dalam menumbuhkan permintaan adalah sosialisasi dari keuangan syariah. Muliaman mengakui bahwa awareness terhadap finansial di Indonesia masih kurang.
"Harus dari sisi masyarakatnya dan kemampuan industrinya memberikan produk yang dibutuhkan. Baru bisa jalan," ujarnya.