REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Sosial (Kemensos) menemukan banyak penyandang disabilitas (cacat) mental yang dipasung keluarganya sendiri maupun tetangga.
"Ada banyak kasus seperti ini yang berhasil kami tangani. Kebanyakan kasus pemasungan terjadi di desa," kata Direktur Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Kementerian Sosial (Kemensos) Nahar di Kantor Kemensos, Kamis (6/11).
Dia mengatakan tahun 2009 pemerintah mencanangkan Indonesia Bebas Pasung. Namun realitanya kasus pemasungan mencapai 18.880 orang.
Sedangkan data dari Riset Kesehatan Dasar menunjukkan jumlah kasus pemasungan meningkat dua kali lipat yakni sekitar 57 ribu kasus.
Kasus pemasungan terhadap panderita gangguan jiwa, lanjutnya dipengaruhi beberapa faktor seperti pihak keluarga merasa malu dan penyandang disabilitas mental mengganggu orang lain.
"Ada juga yang sudah sempat sembuh setelah menjalani pengobatan, namun tidak dilakukan secara konsisten sehingga kumat.
Aktivitas penyandang disabilitas mental yang dianggap mengganggu ketertiban, menyebabkan pihak keluarga memasungnya," katanya.
Kemensos Oktober 2014 menemukan kasus pemasungan terhadap delapan penyandang disabilitas mental di Bengkulu Selatan.
Delapan penderita gangguan mental yang dipasung itu, kata dia terdiri dari tiga orang di Kecamatan Pino Raya, dua orang di Kecamatan Air Nipis, dan sisanya di Kecamatan Pino, Kedurang Ilir dan Kecamatan Manna.
"Mereka kami selamatkan, dibawa ke Rumah Sakit Jiwa dan Ketergantungan Obat," ujarnya.
Baru-baru ini juga Kemensos menemukan kasus pemasungan terhadap anak-anak hingga menyebabkan kematian.
"Kasus ini menyedihkan," katanya yang enggan menyebutkan lokasi terjadinya pemasungan tersebut.
Nahar menegaskan perlakuan terhadap penyandang disabilitas mental dengan cara memasung merupakan perbuatan melawan hukum.
Pelaku pemasungan dapat dipidana karena melanggar UU Nomor 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa.
"Seharusnya penyandang disabilitas mental dirawat di Rumah Sakit Jiwa, bukan dipasung," katanya.