Kamis 06 Nov 2014 21:28 WIB

Lebih Baik Jaksa Agung dari Profesional

Gedung Kejaksaan Agung.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Gedung Kejaksaan Agung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum dari Universitas Indonesia (UI) Dr Dian Simatupang SH MH mengatakan jaksa agung sebaiknya dari kalangan profesional di bidang hukum.

"Tentu yang pasti harus profesional, menguasai hukum acara," katanya kepada pers di Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan, jaksa agung harus mengetahui dan menguasai hukum secara progresif. "Artinya harus tahu suatu kasus sesuai dengan kemanfaatan dan keadilan," tuturnya.

Dengan demikian, menurut Dian, kinerja Kejagung akan bersih dan tidak bias sehingga tidak ada dugaan-dugaan soal penyelewengan suatu kasus. Terlebih, juga harus ada sanksi kepada pihak penegak hukum selama ini.

"Banyak kasus diusut hanya berdasar pada indikasi. Padahal status bukti haruslah kuat, maka solusinya adalah jaksa agung harus paham kasus."

Terkait sosok siapa yang layak menjadi Jaksa Agung baru, Dian menyodorkan nama pengacara kondang, Todung Mulya Lubis. Todung mampu mewakili profesional di bidang hukum. "Menguasai hukum acara, detail dan profesional," katanya.

Jaksa agung mendatang diharapkan memiliki pemahaman terhadap kasus sehingga tudingan adanya kriminalisasi selama ini tidak lagi muncul di masa datang, kata Dian Simatupang.

Hal itulah yang melatarbelakangi beberapa pihak meminta agar Presiden Jokowi ekstra hati-hati memilihnya. Jangan sampai karena tarik-menarik kepentingan, akhirnya "blunder" sehingga merugikan harapan masyarakat akan penegakan hukum di negeri ini,

"Masyarakat tentu berharap Presiden Jokowi memilih jaksa agung dengan bijak. Pasalnya, sebelumnya Kejagung sering dinilai masyarakat mengkriminalisasi suatu kasus, misalnya dalam perkara Chevron dan IM2," ujarnya.

Meski sudah diputus oleh Mahkamah Agung, lanjutnya, kasus Chevron dan Indosat IM2 tetap menjadi perdebatan publik. Khususnya terkait kerja sama Indosat-IM2 yang diperkarakan Kejaksaan Agung, apalagi menurut regulator (Kominfo) kerja sama itu sudah sesuai regulasi yang ada dan digunakan oleh semua operator.

"Tuduhan kerugian negara sebesar Rp1,3 triliun hasil audit BPKP juga ditolak oleh MA di tingkat kasasi," katanya.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement