REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menegaskan, usulan pengosongan kolom agama pada KTP elektronik hanya berlaku bagi penganut aliran kepercayaan.
Sedangkan bagi warga negara penganut agama yang sudah diakui negara secara resmi tetap mengisi kolom agama.
"Keinginan kami sebagai Mendagri, setiap warga negara punya hak untuk memeluk apa yang dia yakini. Sekarang ini, kepercayaan itu mau enggak mau ada dimana-mana, tapi mereka tidak menganut enam agama yang diakui resmi. Kami usul dikosongkan kolom agama tersebut," kata Tjahjo di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (7/11).
Dikatakan leboh lanjut, Tjahjo akan mengupayakan pencatuman aliran kepercayaan dalam kolom agama di KTP elektronik. Sebagai langkah awal, Kemendagri akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama untuk membahas kemungkinan mengubah UU Nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang saah satu klausalnya mengatur tentang agama yang dicantumkan dalam E-KTP.
"Dulu kan hanya enam agama yang tertulis, namun ada Peraturan Mendagri yang tidak mempermasalahkan karena setiap warga punya hak dan kewajiban sendiri sepanjang tidak menyesatkan. Sedang didiskusikan dengan Kementerian Agama, karena kalau mau dimasukkan (dalam E-KTP) harus mengubah Undang-Undang," katanya menambahkan.
Selain dengan Kemenag, menurut Tjahjo, dialog juga berlangsung dengan Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan serta perwakilan ormas agama. UU Administrasi Kependudukan menyebutkan agama yang dicantumkan hanya enam agama yang diakui negara. Yakni Islam, Kristen, Budha, Hindu, Konghucu, dan Katolik. Sementara Kemendagri telah mengakui aliran kepercayaan seperti Baha'i, Sunda Wiwitan, dan Kejawen.
Sebelum negara mengakui beberapa aliran kepercayaan sebagai agama, menurut Tjahjo, dalam kolom agama penganut aliran kepercayaan akan dikosongkan.
"Kami akan konsultasikan dulu dengan kementerian agama lalu tokoh tokoh agama yang ada ini bagaimana, apakah keyakinan atau agama yang dianggap tetap atau tidak. Ini kan menyangkut perkawinan dan upacara kematian, karena sebagai waarga negara dilindungi selama dia tidak melakukan hal-hal yang menyesatkan," ujarnya.