REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah membatalkan rencana kunjungan ke Gaza Sabtu sesudah gelombang pemboman menghantam harta Fatah di wilayah itu, kata juru bicara pemerintah Ihab Bseiso kepada kantor berita AFP.
Hamdallah dijadwalkan bertemu di Gaza dengan ketua baru urusan luar negeri Eropa Bersatu Federica Mogherini.
Tapi, pada Jumat pagi, sedikit 10 ledakan menghantam rumah dan mobil milik anggota gerakan Fatah pimpinan Presiden Palestina Mahmud Abbas di Gaza, kata saksi.
Juru bicara Eropa Bersatu menyatakan Mogherini masih berencana ke Gaza, tempat ia akan bertemu dengan menteri kabinet Palestina berkantor di Gaza dan petugas badan bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Ia akan bertemu dengan Hamdallah di kota Ramallah, Tepi Barat, pada Sabtu Malam sebelum mengadakan pembicaraan dengan Abbas, tambahnya.
Panggung untuk peringatan ulang tahun ke-10 kematian pemimpin terkemuka Palestina dan pendiri Fatah Yasser Arafat pada pekan depan juga disasar dalam ledakan Gaza itu, yang terjadi beberapa jam sebelum pukul 06.30 (11.30 WIB).
Tidak ada laporan mengenai korban ledakan itu, yang dikutuk Fatah dan pesaingnya, Hamas, yang menguasai Jalur Gaza.
Itu pertama kali sesudah bertahun-tahun bahwa peringatan kematian Arafat direncanakan berlangsung di Gaza.
Pengikut Abbas diusir dari wilayah itu pada 2007 dan pesaingnya memerintah di Tepi Barat dan Gaza.
Tapi, pada awal tahun ini, Hamas dan Fatah menandatangani perjanjian rujuk mengarah ke pembentukan pemerintah persatuan bangsa.
Amnesti Internasional dalam laporannya pada Rabu menyatakan tentara Israel menunjukkan pengabaian mengejutkan pada nyawa warga di Gaza selama perang 50 hari, yang menghancurkan di wilayah Palestina itu.
Israel menolak temuan kelompok hak asasi manusia itu, yang berkantor pusat di London, dan menyatakan laporan tersebut dibuat "tanpa bukti". Mereka juga menyebut laporan itu "alat propaganda untuk Hamas".
Amnesti mencatat delapan kejadian, saat pasukan Israel menyerang rumah di Gaza tanpa peringatan, menewaskan sedikit-dikitnya 104 warga, termasuk 62 anak-anak.
"Laporan ini mengungkap pola serangan Israel, yang sering menggunakan bom besar dari udara atas rumah penduduk, kadang-kadang membunuh seluruh anggota keluarga," kata Amnesti.