Ahad 09 Nov 2014 15:21 WIB

Gusdurian Sebut Pengosongan Kolom Agama Hapus Diskriminasi

Spanduk para Gusdurian
Foto: c54
Spanduk para Gusdurian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Gusdurian Jawa Timur menilai sikap pemerintah yang berencana mengosongkan kolom agama untuk pemeluknya di luar enam agama yang sudah ditetapkan pemerintah, bisa mengikis diskriminasi.

"Mengosongkan kolom agama di KTP merupakan langkah konstruktif untuk mengikis diskriminasi selama ini," kata Koordinator Jaringan Gusdurian Jatim Aan Anshori, saat dikonfirmasi dari Kediri, terkait polemik pengosongan kolom agama, Ahad.

Pihaknya mendukung rencana pemerintah yang berencana mengosongkan kolom agama di kartu tanda penduduk elektronik(e-KTP). Masyarakat bisa mengosongkan kolom itu, jika merasa agama yang dianutnya tidak sesuai dengan yang sudah ditetapkan pemerintah.

Aan menilai, setiap setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mencantumkan agama atau keyakinan yang dianutnya. Pihak mana pun, termasuk Negara, tidak diperbolehkan memaksa seseorang untuk mengakui agam atau keyakinan di luar yang dipeluknya.

Selain rencana kebijakan itu sebagai langkah konstruktif untuk mengikis diskriminasi selama ini, pemerintah juga harus secepatnya menindaklanjuti rencana itu dengan mengeluarkan kebijakan yang memberi kemudahan bagi pemeluknya.

"Pemerintah harus menggaransi kemudahan bagi setiap orang untuk mencatatkan apapun agama atau keyakinan pada kolom agama di KTP-nya," ujarnya.

Pihaknya prihatin dengan adanya pro dan kontra yang terjadi terkait dengan rencana tersebut. Justru, ia menilai reaksi yang ada sudah berlebihan, misalnya, dengan membenturkan kebijakan tersebut sebagai upaya melawan Pancasila.

Bahkan dalam sebuah pemberitaan, salah satu politisi menganggap kebijakan tersebut merupakan langkah yang memberikan ruang kesuburan bagi Ateisme di Indonesia.

Menurut dia, maraknya respon terkait dengan rencana pengosongan kolom agama itu menunjukkan bahwa masyarakat menganggap status agama di KTP saat ini masih penting. Di Indonesia, agama yang diakui oleh pemerintah adalah enam.

Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 sebagai perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan disebutkan bahwa agama yang dicantumkan dalam e-KTP adalah agama resmi yang diakui Pemerintah yakni Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement