REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pengosongan kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) menuai kritikan dari banyak pihak. Rencana itu dinilai bertentangan dan melanggar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Kependudukan.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi II Yandri Susanto mengatakan, dalam UU Kependudukan tercantum bahwa nama, alamat, tempat tanggal lahir, pekerjaan dan agama wajib disebutkan di KTP. Sebab, hal itu merupakan data base negara atas identitas penduduknya.
"Kalau Mendagri (Menteri Dalam Negeri) menyatakan boleh dikosongkan itu melanggar UU tersebut (kependudukan)," kata politisi PAN ini di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta Selatan, Senin (10/11).
Selain melanggar UU, lanjutnya, pengosongan kolom agama berpotensi menyuburkan paham-paham yang menyimpang dan fundamentalisme dalam agama. Hal itu dinilai berbahaya bagi keutuhan NKRI.
Menurutnya, Indonesia tidak perlu meniru negara lain yang tidak mencantumkan agama dalam kolom KTP-nya. Sebab, Indonesia memiliki ciri tersendiri dalam keberagamaan di tengah multi kulturalisme yang ada. Apalagi, kata dia, Indonesia memiliki ideologi Pancasila dimana sila pertama menyebutkan ketuhanan di dalamnya.
Yandri meminta Mendagri, Tjahjo Kumolo, mencabut pernyataannya terkait usulan pengosongan agama dalam KTP. "Sudahlah, tidak perlu repot-repot, laksanakan saja UU 24 Tahun 2013 (tentang Kependudukan) Teknisnya sudah detail, tatacaranya juga sudah dan jangan lagi berapologi dengan pikirannya sendiri," ujarnya.