REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen FISIP UIN Jakarta, Ahmad Fuad Fanani menilai fenomena politik di Golkar menarik perhatian banyak pihak. Apalagi, kata dia, Golkar menjadi pemain inti dibalik manuver-manuver politik Koalisi Merah Putih di parlemen.
"Maka, kepemimpinan Golkar ke depan sangat berpengaruh pada dinamika politik di negeri ini," ujar Fuad kepada ROL, Senin (10/11).
Fuad menilai, keinginan Aburizal Bakrie (ARB) untuk maju kembali memimpin Golkar sebetulnya suatu hal yang wajar saja. Apalagi, lanjut dia, ARB merasa khawatir jika Golkar pindah ke pemimpin lain yang bukan representasi kelompoknya, maka arah politik Golkar akan berubah total.
"Namun, keinginan itu pada dasarnya menafikan perlunya pembeliaan kepemimpinan di tubuh Golkar. Golkar membutuhkan darah segar dan pemimpin baru, agar pada tahun 2019 nanti partai ini akan mampu meraup suara yang banyak," tutur Direktur Riset Maarif Institute itu.
Menurut Fuad, dengan pembeliaan kepemimpinan, maka jargon bahwa "suara Golkar, suara rakyat" akan lebih mudah dibumikan.
Berkaitan dengan pembeliaan kepemimpinan di tubuh Golkar, Fuad menyarankan agar ARB tidak perlu lagi mencalonkan atau menerima pencalonan sebagai ketua umum Golkar lagi.
"Ical tetap akan menjadi king maker sebagaimana Amien Rais, Akbar Tanjung, dan politisi senior lainnya jika ia legowo untuk melakukan langkah politik itu," papar Fuad.
Menurut dia, pembelian kepemimpinan ini juga bertujuan agar rakyat tidak apatis dan menjadi tidak tertarik dengan Golkar. Maka, tegas Fuad, seyogyanya ARB menurunkan keinginannya demi membesarkan Golkar ke depan.
"Di tengah ekstremnya tarik menarik dukungan dua kubu (KMP dan KIB) di Golkar, maka pembeliaan kepemimpinan hendaknya tidak terjebak pada persaingan dua kubu itu," ungkapnya.
Akan lebih baik, kata Fuad, jika pembeliaan kepemimpinan ini merupakan jalan tengah dari persaingan dua kubu. Dengan begitu, Golkar akan tetap memantapkan posisi politiknya hari ini, namun tidak melupakan tujuan utamanya pada tahun 2019.
Terlebih lagi, lanjut dia, pada Pemilu 2019 nanti pasti posisi Golkar akan sangat strategis untuk mencalonkan pasangan Capres-Cawapresnya sendiri.
"Calon yang bisa diharapkan untuk menjadi kubu penengah, menjalankan the third way politics, dan representasi dari pembeliaan kepemimpinan di Golkar di antaranya adalah Hajriyanto Y Thohari," kata Fuad.