Sabtu 01 Oct 2022 06:07 WIB

1 Oktober Diperingati Sebagai Hari Kopi Dunia, Begini Sejarahnya

masyarakat internasional merayakan Hari Kopi Dunia yang jatuh setiap tanggal 1 Oktober.

Rep: Bayu Hermawan/ Red: Partner
.
Foto: network /Bayu Hermawan
.

Hari ini, masyarakat internasional merayakan Hari Kopi Dunia yang jatuh setiap tanggal 1 Oktober. Peminum dan penikmat kopi di Indonesia pun turut bersukacita merayakan peringatan tersebut, terlebih kita punya kekayaan khazanah kopi nusantara.

Petani memanen kopi (ilustrasi)
Petani memanen kopi (ilustrasi)

Mungkin masih ada sobat Mlipir yang bertanya-tanya mengenai sejarah ditetapkannya 1 Oktober sebagai Hari Kopi Dunia. Yang pasti, tidak pernah ada yang tahu kapan atau tanggal berapa tepatnya manusia pertama kali meminum kopi. Sejarah kapan pertama kali manusia di bumi ini mengenal atau menemukan tanaman kopi pun rasanya hanya berdasarkan kesepakatan bersama saja, yakni dipercaya bahwa manusia yang pertama kali mengenal kopi bernama Kaldi, seorang pengembala kambing asal Abbsiyah, Ethiopia pada abad ke-8.

Jadi, penetapan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kopi Dunia pun berdasarkan kesepakatan bersama antar negara-negara anggota International Coffee Organization (ICO). Hal tersebut karena setiap negara punya tanggal berbeda untuk merayakan hari kopi masing-masing. Seperti Indonesia, Hari Kopi Nasional diperingati setiap tanggal 11 Maret. Nah, agar tidak bingung dan seragam, negara-negara anggota ICO kemudian menetapkan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kopi Dunia.

Dalam laman di situs resmi ICO, disebutkan bahwa momen Hari Kopi Sedunia adalah sebuah kesempatan di mana para pecinta kopi berbagi kegemarannya atas minuman ini sekaligus mendukung jutaan petani yang hidupnya bergantung pada kopi.


Masuk dan berkembangnya kopi di setiap negara pun berbeda-beda. Seperti diketahui, kopi bukanlah tanaman asli Indonesia. Namun, kesuburan alam di tanah air, membuat pohon-pohon asal benua Afrika itu bisa tumbuh dengan subur dan menghasilkan kopi-kopi berkualitas.

Sejarah panjang kopi Indonesia, bermula ketika masyarakat di Benua Eropa mulai menjadikan kopi sebagai minuman favorit mereka. Belanda sebagai salah satu negara dagang di Eropa, menjadi salah satu pelopor yang memperjualbelikan kopi di Benua Biru. Awalnya, Belanda hanya bisa mendapatkan kopi dari Mocha di Yaman, dimana menjadi satu-satunya wilayah yang telah membudidayakan kopi secara komersial.

Kemudian, pada tahun 1659, Belanda berhasil menguasai Ceylon dan menemukan perkebunan kopi di Malabar. Ahli botani Belanda kemudian meneliti kopi yang ditemukan disana. Hasilnya diketahui jika kopi tersebut sama jenis dan varietasnya dengan yang mereka beli dari Mokha. Disamping menjual kopi dari Mokha, pedangang Belanda pun mulai menjual kopi dari Malabar dengan nama Coffea Arabica.

Tingginya permintaan kopi di pasar dunia, membuat Belanda memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki. Peneliti Belanda kemudian mulai melakukan pembibitan, dengan maksud membuka perkebunan-perkebunan kopi baru di tanah jajahan mereka. Salah satu incarannya adalah di Jawa, yang dianggap mempunyai karakteristik alam mirip dengan Ceylon atau yang kini dikenal dengan nama Srilangka.


Pada tahun 1669 dimulailah tonggak sejarah kopi di Indonesia. Pada tahun itu, Pejabat Tinggi Kerajaan Belanda dan Walikota Amsterdam Nicholas Witsen memerintahkan agar benih kopi dari Malabar dibawa ke Jawa.

Pemerintah Hindia Belanda di bawah Gubernur Jenderal Willem van Outhoorn membawa bibit pohon kopi asal Malabar untuk ditanam di Jawa. Wilayah perkebunan kopi pertama dibuka di daerah Kedawoeng, yang tidak jauh dari Batavia, yang saat itu merupakan pusat pemerintahan Hindia Belanda.

Namun, eksperimen pertama itu berakhir dengan kegagalan. Lantaran perkebunan kopi di daerah Kedawoeng rusak dihantam banjir besar dari aliran Sungai Cisadane. Selanjutnya pada tahun 1699, Hendrick Zwaardecroon, seorang pejabat yang kemudian menjadi Gubernur Hindia Belanda, memindahkan dan membuka perkebunan baru kopi di lokasi yang jauh dari aliran sungai besar.

Daerah yang di pilih adalah sekitar wilayah Bidara Cina, Kampung Melayu, Palmerah, Sudimara hingga Sukabumi. Perkebunan-perkebunan baru berhasil mencapai masa panen. Sample hasil panen dari perkebunan-perkebunan itu kemudian dibawa ke Amsterdam pada tahun 1706. Ahli botanical Belanda menyimpulkan bahwa kopi dari Jawa punya kualitas sangat baik dan sejajar dengan kopi dari Mokha, Yaman.

Mengetahui hal itu, Walikota Amsterdam memberikan perintah kepada Gubernur Hindia Belanda Willems van Ousthoorn untuk mengencarkan penanaman kopi di Jawa pada tahun 1706. Van Ousthoorn selanjutnya mulai membuka dan memperluas perkebunan kopi di perdalaman Priangan. Ia lalu mengumpulkan para bupati di wilayah Priangan, dan membuat perjanjian dagang yang dikenal dengan nama Koffie Stelsel pada tahun 1707.

Isi perjanjian diantaranya disebutkan bahwa para bupati akan mendapatkan bibit pohon kopi, serta harga panen kopi dari wilayah-wilayah yang dipimpin oleh para bupati akan dihargai sebesar 5 sampai 6 ringgit gulden per pikul. Perjanjian tersebut menandai awal penanaman pohon kopi secara besar-besaran di wilayah Priangan Barat dan Timur.


Singkat cerita, kopi asal Jawa semakin tersoroh dan mampu mengalahkan popularitas kopi asal Mokha. Selain itu, gencarnya penanaman kopi di Jawa membuat dunia dibanjiri kopi asal priangan. Bahkan ¾ kebutuhan kopi dunia dipasok dari Priangan. Keterkenalan kopi asal Priangan di dunia diabadikan lewat kata-kata ‘A Cup of Java’. Java bagi masyarakat dunia, saat itu adalah kata ganti dari kopi. Seperti kita ketahui, bahkan hingga saat ini Java tetap diasosiasikan dengan kopi.

Larisnya kopi asal Priangan di dunia, membuat pemerintah Belanda untung besar. Dari kopi, Belanda bisa melunasi utang perang untuk menaklukan wilayah Indonesia. Hal ini mendorong lahirnya Preangerstelsel pada tahun 1720, yang merupakan bentuk tanam paksa kopi. Kesuksesan penanaman kopi di Priangan, membuat Amsterdam menjadi pusat baru perdagangan kopi dunia menggeser Mokha, Yaman.

Selain membuka perkebunan kopi baru di wilayah-wilayah lain di Nusantara. 'Kiamat' bagi perkebunan kopi di Indonesia akhirnya datang sekitar tahun 1876. Wabah penyakit karat daun yang disebabkan oleh jamur Hemileia vastatrix , membuat perkebunan kopi di Indonesia mengalami kemunduran.

Ekspor kopi asal Indonesia menurun drastis. Hal ini kemudian dimanfaatkan Brasil, yang menjadi saingai berat Hindia Belanda untuk meningkatkan ekspor kopi mereka dalam perdagangan internasional.

Beberapa tahun terakhir, industri kopi di Indonesia, khususnya di bagian hilir berkembang dengan pesat. Dari sekadar minuman untuk menahan kantuk dan menghilangkan suntuk, kopi kemudian menjadi bagian dari gaya hidup hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia. International Coffee Organization (ICO) memprediksi trend industri kopi akan terus berkembang di tahun-tahun mendatang.

Industri kopi dalam negeri pun telah membuktikan mampu bertahan kala pandemi Covid-19 melanda. Bahkan, kopi menjadi salah satu alternatif pemasukan bagi banyak orang saat pandemi Covid-19 tengah mengganas. Banyak orang yang berjualan kopi susu literan, biji kopi, hingga perlengkapan menyeduh kopi secara daring.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement