Selasa 11 Nov 2014 08:00 WIB

'Lebih Baik Ada Aliran Kepercayaan di Kolom Agama Daripada Dikosongkan'

E-KTP. Rencana dihapusnya kolom agama di KTP menuai pro kontra
Foto: Republika/Tahta Aidilla
E-KTP. Rencana dihapusnya kolom agama di KTP menuai pro kontra

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG-- Pakar hukum tata negara Universitas Islam Sultan Agung Dr Rahmat Bowo menyarankan para penganut aliran kepercayaan lebih baik menuliskan alirannya di Kartu Tanda Penduduk daripada dikosongi.

"Begini, secara hukum sebenarnya rencana pemerintah untuk mengosongi kolom agama bagi pemeluk di luar enam agama yang diakui tidak menyalahi aturan. Namun, harus dipikirkan matang-matang," katanya di Semarang, Senin.

Ia mengatakan pengisian kolom agama dalam KTP yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan memang membuka kemungkinan penganut kepercayaan mengosongi pada kolom agama.

Meski demikian, pengajar Fakultas Hukum Unissula tersebut mengingatkan sila-sila dalam Pancasila, terutama "Ketuhanan Yang Maha Esa" yang ditempatkan sebagai sila pertama mendasari setiap penyelenggaraan negara.

Rahmat mengatakan pencantuman agama dalam KTP dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa warga negara Indonesia meyakini Tuhan, meski dalam pelaksanaannya secara administratif hanya enam agama yang boleh dicantumkan.

Dalam perkembangannya, kata dia, pemerintah, melalui Kementerian Dalam Negeri melakukan terobosan yang membolehkan warga negara yang menganut aliran kepercayaan untuk mengosongi kolom agama pada KTP.

"Persoalannya, kalau kemudian penganut kepercayaan mengosongi kolom agama pada KTP-nya, apa yang kemudian menunjukkan bahwa yang bersangkutan punya basis keyakinan pada Tuhan? Kan jadi repot," katanya.

Keyakinan pada Tuhan, kata dia, memang menjadi ranah pribadi masing-masing warga negara, tetapi dalam konteks administrasi kependudukan bisa menjadi rancu jika kolom agama sampai dikosongi. Menurut dia, penganut aliran kepercayaan sebaiknya tetap menuliskan nama aliran kepercayaannya dalam KTP daripada mengosongi, sepanjang aliran kepercayaan yang dianut bukan termasuk aliran yang dilarang.

"Kalau sesuai dengan konteks Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar negara, ya harus tetap ditulis nama aliran kepercayaannya. Selain agama, pemerintah kan juga mengakui aliran kepercayaan," tukasnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement