REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli menolak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi.
Sebaliknya, Rizal menyodorkan solusi alternatif yang bisa memecahkan masalah subsidi BBM, antara lain adalah dengan melakukan subsidi silang BBM.
Caranya, kata pendiri think tank Econit itu, dengan membuat dua jenis BBM, yaitu BBM Rakyat dengan oktan 80-83 dan BBM Super beroktan 92-94. Sebagai pembanding, di Amerika, oktan general gasolin 86, bahkan di negara bagian Colorado hanya 83.
"BBM Rakyat tetap dijual pada harga Rp 6.500 per liter sedangkan BBM Super Rp 12 ribu sampai Rp 14 ribu per liter," kata Rizal dalam siaran persnya, Selasa (11/11).
Data BPH Migas pada 2013, kelompok menengah bawah mengonsumsi sekitar 55 persen BBM. Dengan kuota BBM pada 2015 50 juta kilo liter (kl), maka jatah mereka mencapai 27,5 juta kl.
Sisanya, lanjut Rizal, yang 45 persen atau sekitar 22,5 juta dikonsumsi kalangan menengah atas. menurut dia, dengan subsidi silang ini, pemerintah bukan saja tidak perlu mengalokasikan anggaran untuk subsidi BBM, tapi bahkan bisa untung sampai Rp 150 triliun.
Rizal menyarankan pemerintah memecahkan masalah dari akarnya di mana soal harga BBM ada pada sisi hilir. Beberapa di antaranya adalah memberantas mafia migas, menekan cost recovery, membangun kilang-kilang baru dan merivitalisasi kilang-kilang lama, menciptakan iklim yang kondusif di bisnis migas, meningkatkan efisiensi di sektor energi, dan mengganti bahan bakar PLN yang boros.
Selain itu, banyak cara untuk memperlebar ruang fiskal di APBN tanpa harus menaikkan BBM. Caranya, dengan menghemat anggaran belanja modal, merestrukturisasi pembayaran bunga obligasi rekap perbankan, dan pemangkasan biaya perjalanan dinas. Dengan cara ini anggaran yang dihemat bisa mencapai Rp 500 triliun.