REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muncul desakan agar Front Pembela Islam (FPI) segera dibubarkan. Namun, jika dibubarkan, maka bukan tak mungkin jika mereka akan membentuk ormas baru yang serupa. Karena, sampai saat ini tidak ada
Ahli psikologi politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk mengatakan, dalam UUD 1945 pasal 28, diatur tentang kebebasan berserikat, berkumpul, serta menyatakan pendapat. Sehingga, siapa pun berhak untuk membentuk suatu perserikatan atau ormas.
Karenanya, jika FPI dibubarkan, maka dapat dibentuk kembali dengan nama lain. Karena jika dilarang, maka pemerintah dituding tidak demokratis."Bertentangan dengan undang-undang," jelas Hamdi, Selasa (11/11).
Namun, ujar dia, akan berbeda jika Indonesia memiliki undang-undang semacam internal security act yang dimiliki Malaysia. Dalam peraturan itu, organisasi masyarakat yang dianggap membahayakan negara bisa dibekukan dan anggotanya bisa dilarang untuk membentuk wadah baru.
Ia menilai, jika diterapkan di Indonesia, internal security act seperti itu juga dapat membantu kinerja badan intelejen. Tapi yang menjadi masalah adalah Indonesia merupakan negara yang demokratis.
Para pegiat HAM khawatir kalau aturan semacam internal security act akan dimanfaatkan untuk mengekang aspirasi dan demokratisasi masyarakat.
Apalagi, Indonesia dulu memiliki peraturan serupa yang diberi nama UU Supersif yang pada masa Orde Baru dimanfaatkan untuk kepentingan pihak tertentu.
"Karenanya, sebagian masyarakat khawatir kalau ada undang-undang internal security act malah memenjarakan kebebasan demokrasi,” jelas Hamdi.