REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan kebijakan moratorium perizinan kapal besar penangkap ikan tidak dikonsultasikan terlebih dahulu dengan beragam pihak "stakeholders" (pemangku kepentingan).
"Saya minta maaf saat saya keluarkan moratorium, saya tidak konsultasikan dengan 'stakeholders'," kata Susi Pudjiastuti dalam acara dialog Menteri Kelautan dan Perikanan dengan pelaku usaha di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Selasa.
Menurut Susi, karena bila dikonsultasikan dengan pemangku kepentingan, maka hal itu bisa sampai jangka waktu yang lama hingga berbulan-bulan. Lamanya jangka waktu tersebut, ujar dia, karena akan banyak terdapat berbagai pihak yang ingin melakukan lobi-lobi terkait dengan kebijakan moratorium tersebut.
"Kalau DPR udah jalan makin keburu susah saya," seloroh Susi yang enggan dipanggil Ibu Menteri itu.
Ia mengingatkan bahwa saat ini di kawasan perairan Indonesia masih banyak dilalui kapal asing sehingga "di Indonesia semua negara bisa 'pesta-pora' di tengah laut (menangkap ikan)".
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan aturan moratorium perizinan untuk izin kapal besar berbobot lebih dari 30 GT dengan tujuan untuk menata ulang kebijakan perizinan guna menghasilkan penerimaan yang lebih besar bagi negara.
Sebagaimana diberitakan, pemerintah bakal terus menggenjot Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan perikanan dengan membebankan peningkatan penerimaan itu dari kapal besar berbendera asing.
"Hal itu ditempuh sebagai upaya pemerintah dalam mengembalikan uang negara yang hilang," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Senin (3/11).
Menurut Susi Pudjiastuti, sektor kelautan dan perikanan telah menghabiskan uang negara sekitar Rp18 triliun setiap tahunnya.