REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM – Kementerian Agama menyosialisasikan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri, tentang keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia, di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa (11/11).
Kasubag Sistem Informasi, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, Kementerian Agama (Kemenag) Thobib al-Asyhai menjelaskan, kegiatan sosialisasi ini sebagai salah satu tindaklanjut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2014 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri.
"Jadi kami di Kemenag, khususnya di Bimas Islam, mendapat dua tugas utama, yaitu penanganan konflik Syiah, di Sampang, Madura, dan sosialisasi tiga SKB tentang Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat (NTB)," katanya.
Sebelumnya, kata Thobib, pihaknya sudah menyosialisasikan SKB Tiga Menteri tersebut beberapa bulan lalu di NTB, namun hanya menyasar stake holder yang ada di lima kabupaten/kota di Pulau Lombok, NTB.
Kemudian untuk sosialisasi yang digelar sekarang ini menyasar lima kabupaten/kota yang ada di Pulau Sumbawa. Tujuan dari sosialisasi ini, kata Thobib, adalah untuk memberikan gambaran tentang pentingnya menjaga situasi yang kondusif agar tidak terjadi gangguan keamanan dalam negeri, khususnya yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama.
Sosialisasi tersebut diikuti oleh organisasi masyarakat Islam, penyuluh agama Islam, unsur kejaksaan, kepolisian, pemerintah daerah yang ada di Pulau Sumbawa, dan dari Kantor Wilayah Kementerian Agama NTB.
"Sedangkan dari unsur Jamaah Ahmadiyah Indonesia yang ada di NTB, kami tidak mengundang berdasarkan masukan dari Kemenag NTB, karena tensinya sangat tinggi," ujarnya.
Kemenag menghadirkan Guru Besar Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr HM Ridwan Lubis. Mantan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Beragama, Kemenag itu merupakan tokoh penggagas dan Wakil Kemenag dalam penyusunan SKB tiga menteri.
Thobib menjelaskan, di dalam SKB tersebut dijelaskan bahwa Ahmadiyah harus menahan diri, tidak menyebarkan dan tidak menunjukkan jati diri dalam menjalankan kepercayaannya. Kemudian bagi masyarakat di luar Ahmadiyah tidak boleh berbuat anarkis secara sepihak. Artinya ada saling pengertian demi keamanan dalam negeri.
"Apa yang tertuang dalam SKB tersebut, itulah yang kami sosialisasikan sekarang ini, supaya pihak-pihak terkait bisa memahami dan melaksanakannya," kata Thobib.