REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses realisasi moratorium perizinan kapal perikanan tangkap terus berlanjut. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan, tidak ada lagi investasi asing untuk penangkapan ikan.
"Adanya investasi di pengolahan saja. Sifatnya menjadi PMDN (penanaman modal dalam negeri) atau PMA (penanaman modal asing). Jadi produknya ditangkap, diolah, diekspor di Indonesia. Tidak boleh langsung tangkap dan dibawa pergi. Kami ingin hidupkan lagi bisnis cold storage yang bangkrut karena kekurangan raw material," jelas Susi, Selasa (11/11).
Menurut dia, bangkrutnya bisnis cold storage lantaran banyak kapal kapal yang melakukan bongkar muat di tengah laut. Sehingga tidak ada ikan yang dibawa ke daratan dan membuat pelaku bisnis cold storage gulung tikar.
"Dengan moratorium ini, memungkinkan lagi raw material (ikan) untuk landing di pelabuhan," ujar Susi.
Mengenai realisasi pengawasan yang akan dilakukan oleh kementeriannya, Susi mengaku khawatir bila masih ada oknum oknum di pelabuhan yang masih bermain uang. Dia menyatakan akan mengajak banyak pihak termasuk masyarakat untuk melakukan pengawasan.
"Itu yang saya khawatirkan. Salah satu kendala yang terbesar memang oknum oknum yang narikin retribusi tak resmi," lanjut Susi.
Susi menambahkan, Bakorkamla mencatat ada sejumlah kapal dengan tonase 300 GT memiliki head eyes atau kamera pengintai. "Namun kita belum tahu berapa kapal yang punya. Ini saya ingin saat rakor semua melakukan pengawasan," katanya.
Susi juga menyebut kendala berupa kemampuan polisi yang hanya melakukan patroli 10 hari dalam sebulan. "Lima puluh persen dalam jumlah patroli, 10 hari dalam sebulan, dua jam dalam sehari. Lalu angkatan laut punya 70 unit, 12 saja yang jalan karena tidak ada BBM," ujarnya.
Sementara, lanjut Susi, ada ribuan kapal yang harus diawasi. KKP sendiri tercatat memiliki 27 kapal. Namun hanya 60 hari dalam setahun patroli.
"Ini pekerjaan rumah kita. Kita minta bantuan media. Semestinya kapal pencuri yang masih ada di lautan sana sudah dibom satu satu," lanjut Susi.