REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Negara-negara Asia memiliki potensi memperluas industri keuangan Islam jika mereka sadar akan pergeseran jangka panjang dalam kegiatan ekonomi global.
Pelindung kerajaan untuk Malaysia Islamic Finance Initiative Sultan Nazrin Shah mengatakan, wilayah Asia, khususnya Timur dan Asia Tenggara, diharapkan dapat memberikan kontribusi lebih dari 50 persen dari pertumbuhan global di tahun 2018.
"Rata-rata, wilayah ini diperkirakan akan tumbuh hampir dua kali lebih cepat seluruh dunia selama dekade berikutnya," katanya dalam Kuala Lumpur Islamic Finance Forum 2014 (KLIFF 2014) ke-11 dengan tema 'Maturing Towards a Sustainable and Globalised Market' seperti dikutip Bernama, Rabu (12/11).
Menurutnya, pusat keuangan dunia telah mempertaruhkan klaim mereka atas segmen yang tumbuh ini. Dia mengatakan Asia menyaksikan tarif tak tertandingi penciptaan kekayaan.
"Wilayah ini bisa mengirim pembiayaan Islam, penciptaan aset dan layanan manajemen aset melonjak ke tingkat berikutnya dengan jumlah individu berpenghasilan tinggi di kawasan itu, diperkirakan oleh para analis, mengungguli mereka di Amerika Utara dan Eropa, akhir tahun," ujarnya.
Dia menambahkan, ekspansi populasi kelas menengah di Asia akan menjadi pendorong pertumbuhan vital. Sultan Nazrin mengatakan, Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mengantisipasi bahwa Asia akan mencapai 66 persen atau 3,2 miliar orang, konsumen kelas menengah global pada tahun 2030.
"Ini merupakan peningkatan dari enam kali dari 525 juta orang pada tahun 2009. Dikombinasikan dengan tingkat tabungan yang tinggi dan meningkatnya upah, ada potensi jangka panjang yang signifikan untuk perluasan konsumsi," katanya.
Dia menambahkan, Asia adalah kawasan yang berkembang pesat dengan populasi lebih dari 600 juta yang merupakan setengah dari China dan dua kali lipat bahwa dari AS. OECD memproyeksikan pertumbuhan produk domestik bruto sebesar 5,5 persen per tahun untuk Asia sampai 2017.