Rabu 12 Nov 2014 11:57 WIB

Haji Perspektif Syariah, Tarekat, dan Hakikat (12)

Ka'bah atau Baitullah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.
Foto: AP Photo/Amr Nabil/ca
Ka'bah atau Baitullah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Di dalam fikih ibadah, Ka’bah memiliki fungsi hukum yang amat penting karena semua wajah orang shalat di kolong jagat ini mesti menghadap kepadanya.

Tidak sah shalat bagi orang yang mengetahui posisi Ka’bah lantas tidak menghadap ke Ka’bah. Demikian pendapat ulama fikih yang bersumber dari hadis Nabi.

Ka’bah juga wajib dikunjungi bagi para jamaah haji dan umrah. Ka’bah adalah kaukus aktivitas rohaniah umat Islam. Semula kiblat umat Islam menghadap Masjid Baitul Maqdis Yerusalem. Namun, Rasulullah memohon agar arah kiblat dipindahkan ke arah Ka’bah.

Akhirnya pada tahun 624 M Allah SWT mengabulkan permohonan beliau dengan turunnya QS al-Baqarah ayat 144 yang mengizinkan Rasulullah shalat menghadap ke Ka’bah sebagai kiblat baru bagi umat Islam.

Kini Ka’bah di Makkah semakin ramai dikunjungi umat manusia. Seolah-olah halaman Ka’bah sudah tidak mampu lagi menampung jumlah pengagum dan penggemarnya yang datang dari berbagai pelosok untuk melepaskan kerinduannya. Baik di musim haji maupun untuk kegiatan umrah.

Meskipun sudah dibatasi dengan kuota, umat Islam yang kini sudah mencapai 1,3 miliar jumlah penduduk memang sudah tidak sanggup ditampung di halaman Ka’bah, meskipun pemerintah Arab Saudi selalu memperluas areal Ka’bah tetapi tetap juga tidak bisa menampung pengunjungnya.

Dalam perspektif tasawuf, haji bertujuan untuk sampai pada hakikat Baitullah atau Ka’bah melalui perjalanan fisik-spiritual (al-sair wa al-suluk). Hakikat Baitullah atau Ka’bah di-i’tibar-kan pada dua hal yaitu di dalam ufuk (al-afaq) dan di dalam jiwa manusia (al-anfus). I’tibar di dalam ufuk merujuk pada jiwa makrokosmos (qalb al-insan al-kabir) yang biasa disebut jiwa alam raya (al-naf al-kulliyyah) atau the soul of universe, Baitul Ma’mur, atau Lauh Mahfudz.

Sedangkan i’tibar dalam jiwa manusia dihubungkan dengan kalbu manusia (qalb al-insan al-shagir) yang biasa disebut hati (al-fu’ad), dada (al-shadr), atau jiwa rasional yang partikular (alnafs al-nathiq al-juz’iyyah).

Perjalanan spiritual menuju hakikat Ka’bah sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi, “Rumah yang pertama kali yang diletakkan di atas air dan tampak di permukaannya adalah Ka’bah.”

Ini terjadi sebelum penciptaan bumi dan bangunan yang ada di bumi. Hal ini juga sesuai dengan fi rman Allah SWT, “Sesungguhnya rumah yang pertama kali dibangun bagi manusia di Bakkah (adalah Baitullah) yang diberkahi dan petunjuk bagi semua manusia. Di situ terdapat tanda-tanda yang nyata, ma qam Ibrahim. Barang siapa yang memasukinya, dia menjadi aman.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement