REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- RUU Haji Nomor 13/2008 diharapkan tetap menjadi prioritas dalam usulan prolegnas 2015.
"Revisi UU Haji harus tetap menjadi prioritas karena hal ini akan menjadi sorotan apabila undang-undang tersebut dalam revisinya terus diundur dan tidak didahulukan," kata anggota Fraksi PKS DPR Ledia Haifa Amaliah di Jakarta, Rabu (12/11).
Menurutnya, hal itu sesuai dengan hasil rapat dengar pendapat umum (RDPU) antara Komisi VIII DPR dengan Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Asosiasi Muslim Penyelenggara Umroh dan Haji Republik Indonesia (AMPHURI), Asosiasi Muslim Penyelenggara Umroh dan Haji (AMPUH) dan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI).
Ia mengakui, dalam beberapa tahun terakhir survei BPS mengenai kepuasaan jamaah haji menunjukan adanya peningkatan penilaian sampai mendekati 83 persen. Namun, tidak berarti penyelenggaraan ibadah haji tidak memiliki catatan.
Bahkan, lanjutnya, beberapa catatan yang ditemui dalam pengawasan ibadah haji oleh Komisi VIII DPR merupakan kejadian berulang yang sudah beberapa tahun menjadi masalah. Seperti soal pemondokan, katering, layanan kesehatan dan transportasi.
"Banyak lagi masalah-masalah lainnya di seputar pelaksanaan ibadah haji di Indonesia dan semua itu harus bisa dilakukan perbaikan dengan merevisi undang-undang tersebut," tuturnya.
Ledia menilai, menjadi sangat penting bagi Komisi VIII untuk segera membahas UU No 13/2008 tentang Penyelenggaraan ibadah Haji. Sehingga pengaturan mengenai kegiatan haji menjadi lebih komprehensif.
Perlunya kegiatan haji lebih koprehensif juga terkait dengan kegiatan di Tanah Air. Yaitu, sejak pendaftaran di wilayah masing-masing, jelang keberangkatan di embarkasi. Termasuk di Tanah Suci sebelum dan saat melakukan ritual ibadah hingga fase kembalinya jemaah ke Indonesia.
"Memang kita patut bersyukur sudah ada UU No 34/2014 Tentang pengelolaan Keuangan Haji. Namun perlu diingat bahwa undang-undang itu bersifat lex spesialis dari UU Penyelenggaraan Haji itu sendiri," katanya.
Dengan adanya undang-undang lex spesialis, maka UU No 13/2008 harus segera direvisi. Sehingga tidak ada tumpang tindih peraturan di beberapa bagian.
Sambil juga menyisakan berbagai persoalan mendasar yang harus dipenuhi yang belum bisa dipenuhi hanya dengan meregulasi persoalan keuangan saja.