Kamis 13 Nov 2014 14:35 WIB

Menaker: PNS Rapat di Hotel Buang Waktu dan Duit

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Hanif Dhakiri
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Hanif Dhakiri

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri megimbau pegawainya untuk tidak lagi melakukan rapat atau pertemuan di hotel dalam rangka menghemat anggaran. Seperti diketahui, pemerintah memberlakukan kebijakan larangan pegawai negeri sipil (PNS) menggelar acara dan pertemuan di hotel sejak beberapa waktu lalu.

"Bapak dan ibu jauh datang ke sini hanya untuk acara satu hari. Ini cuma buang waktu dan buang duit," ujar Hanif di Denpasar, Kamis (13/11)

Hanif meminta pegawainya untuk menyiasati aturan ini dengan baik, misalnya mengganti pertemuan dengan telekonferensi, sehingga koordinasi tetap bisa dilakukan.

Hanif pun mengimbau pengusaha perhotelan yang mengandalkan segmen Meeting, Incentives, Conferencing, and Exhibition (MICE) membuka diri untuk segmen lainnya, tak hanya dari acara-acara pemerintahan.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Cokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengatakan fungsi hotel di Bali salah satunya adalah tempat konferensi dan rapat. Apalagi, hotel dan restoran saat ini berkontribusi pajak yang tinggi di Bali. "Kebijakan ini pastinya berpengaruh pada penghasilan karyawan kami," ujar Cokorda.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali menunjukkan bahwa sumber pertumbuhan tertinggi perekonomian Bali berasal dari perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) sebesar 2,40 persen secara tahunan. Secara kuartal, sektor jasa dan PHR menjadi sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi, masing-masingnya 1,21 persen dan 0,71 persen. Nilai produk domestik regional bruto (PDRB) PHR di Bali naik dari Rp 7,92 triliun pada kuartal III 2014 menjadi Rp 8,17 triliun pada kuartal IV 2014.

Ketua PHRI Kabupaten Badung, Agung Ray Suryawijaya mengatakan aturan ini sangat berat. Pasalnya, kontribusi pemerintah untuk sektor MICE di Bali mencapai 25 persen. "Ini sangat berat, meskipun kami sudah membuka segmen pasar lain," ujar Agung.

Untuk menyiasati aturan ini, PHRI Badung menyasar segmen baru yang disebut Bali Wedding atau Pernikahan di Bali dengan tema "Bringing the World True Wedding in Bali."

Sayangnya, segmen ini menghadapi tantangan lain. Agung memaparkan, banyak pihak asing yang secara ilegal menggarap segmen ini di Bali dan meraup miliaran rupiah tanpa izin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement