Kamis 13 Nov 2014 19:49 WIB

Penurunan Produksi Petani Picu Kenaikan Harga Cabai

Rep: C71/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pedagang memeriksa cabai di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Selasa (6/5).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Pedagang memeriksa cabai di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Selasa (6/5).

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPARNA -- Penurunan produksi cabai dari lahan-lahan pertanian menjadi salah satu jawaban atas tingginya harga cabai di pasaran dalam beberapa pekan terakhir. Wilayah Kecamatan Taraju, Kabupaten Tasikmalaya yang merupakan salah satu wilayah produsen cabai mengalami penurunan produksi.

Serangan virus, cuaca yang tidak menentu, serta penggantian sementara pemanfaatan lahan menjadi penyebab penurunan produksi. Salah satunya dialami Gapoktan Raksa Tani di Desa Taraju, Kecamatan Taraju. Gapoktan tersebut mengalami penurunan produksi mencapai 70 hingga 80 persen.

Biasanya, produksi per hari cabai mencapai tujuh ton tapi saat ini hanya berkisar satu hingga dua ton. "Penurunan produksi cabai juga dialami Gapoktan lain di wilayah Taraju. Lantaran terpengaruh cuara, penurunan produktivitas cabai terjadi pada setiap tegakan pohon," ucap Ketua Gapoktan Raksa Tani, Ahmad Yani, Kamis (13/11).

Mengenai penawaran harga dari pasar, ia mengakui saat ini memang sedang melonjak tinggi. Dibandingkan empat bulan lalu, harga cabai di pasaran saat ini meningkat hampir 700 persen, dari lima ribu rupiah menjadi Rp 30 ribu hingga Rp 35 ribu. Harga yang tinggi itu karena pasokan cabai mulai langka sedangkan permintaan pasar tetap tinggi.

Harga empat bulan lalu yang sangat rendah terjadi karena pasar menerima kelebihaan pasokan. Yani menerangkan saat itu banyak petani yang merugi karena banyak cabai yang tidak laku akibat virus yang merusak tanaman.

Kerugian gagal panen tersebut menyebabkan para petani beralih menggarap komoditas sayuran lain. Ini bertujuan untuk memutus siklus kembang biak organisme penyerang tanaman.

Salah seorang petani asal Kampung Cigunung, Pageralam, Kecamatan Taraju, Sumarna (45 tahun) mengaku rugi 90 persen dari modalnya dalam peristiwa tersebut. Jumlah kebutuhan modal menanam cabai untuk 1 hektare lahan miliknya, mencapai Rp 85 juta. "Panen yang lalu hanya dapat Rp 9 juta," kata Sumarna.

Karena mengalami kerugian, Sumarna belum sanggup menanam kembali cabai karena sulit modal. Dengan kebutuhan modal lebih kecil dibandingkan cabai, ia memilih memanfaatkan lahan miliknya untuk menanam timun dan buncis.

"Modal cabai Rp 5.000 per pohon. Sementara untuk mentimun atau buncis, jauh lebih murah hanya Rp 1.500 per pohon," tutur Sumarna.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement