REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA--Persentase pinjaman luar negeri oleh korporasi swasta lebih besar dibandingkan pemerintah. Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) Hendro Utomo mengatakan, prospek pinjaman luar negeri tetap menjadi alternatif walaupun ada Peraturan Bank Indonesia (PBI) soal prinsip kehati-hatian Utang Luar Negeri (ULN).
"Kalau angka statistik, ULN swasta lebih besar yaitu 80 persen dari pemerintah. Tren ke depannya juga akan mengarah ke valuta asing (valas)," ujar Hendro di Jakarta, Kamis (13/11).
Korporasi swasta, tambah dia, juga dinilai telah mengetahui risikonya tersendiri. "Dalam pengelolaannya, mereka berusaha memaksimalkan margin dan menurunkan biaya sebebas-bebasnya," ujarnya.
Ditambahkan dia, valas juga dinilai memiliki keunggulan di pasar domestik. "Soal beban bunga misalnya umumnya lebih rendah dan likuiditas juga," katanya.
Jika suku bunga di pasar domestik, sedang kecil, lanjut dia, maka untuk luar negeri akan sulit naik. "Maka kalau valas jadi alternatif dikarenakan swasta lebih bisa memitigasi risiko sebab punya sumber pendanaan dari valas," katanya.
Dia menambahkan, dengan memiliki berbagai sumber pembiayaan, tentunya itu juga akan lebih memudahkan atau memengaruhi fleksibilitas korporasi swasta.
"PBI juga dibuat tidak untuk mempersulit, lebih kepada pengawasan saja bahwa BI memang sangat berkepentingan memantau moneter temasuk ULN," tambahnya.