REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pecinta film animasi, terutama penggila Marvel Comics tentu telah menantikan hadirnya film animasi superhero ‘Big Hero 6’ yang mengisahkan remaja jenius bernama Hiro Hamada (disuarakan Ryan Potter). Film tersebut merupakan proyek pertama The Walt Disney Company setelah berhasil mengakuisisi Marvel Entertainment pada 2009 lalu.
Meski film ini terinspirasi dari komik Marvel berjudul sama, namun jalan cerita sangat berbeda dengan aslinya. Berlatar belakang di kota futuristik metropolitan San Fransokyo, Big Hero 6 bercerita tentang Hiro Hamada, remaja berusia 14 tahun yang sudah lulus SMA.
Ia sangat gemar mengikuti kompetisi ilegal pertarungan robot ala “real steal” dan ingin menjadi petarung robot handal dengan robot ciptaannya sendiri. Hanya saja semua berubah, saat kakaknya Tadashi Hamada (disuarakan Daniel Henney) menyadari potensi adiknya, lalu mengajak sang adik ke kampusnya, San Fransokyo Institute of Technology.
Awalnya Hiro tak berminat, namun setelah ia melihat robot medis berwarna putih dan berbentuk seperti balon, ciptaan Tadashi, bernama Baymax, semangat belajar Hiro pun mulai muncul. Ditambah lagi, beragam penemuan dari sahabat kakaknya, juga membuatnya semakin yakin, untuk turut bergabung di kampus tersebut.
Hanya saja, sebelum diterima menjadi murid baru, Hiro diharuskan menunjukkan temuannya di ajang pameran teknologi tahunan universitas itu. Tanpa ragu, anak jenius tersebut memperlihatkan mikrobot buatannya. Merasa kagum, Kepala Program Robotik San Fransokyo Institute of Technology, Profesor Robert Callaghan (disuarakan James Cromwell), langsung menerima Hiro sebagai murid baru.
Baru saja merasakan kebahagiaan, tiba-tiba muncul sebuah tragedi, kakak kesayangannya meninggal dunia, setelah Hiro berusaha menyelamatkan Profesor Callaghan dari kebakaran besar yang melanda gedung pameran itu. Entah mengapa, ia merasa kematian Tadashi tak wajar, hingga akhirnya, ia berusaha mengungkap misteri kematian tersebut bersama Baymax dan keempat sahabat barunya.
Sayangnya, proses investigasi tak berjalan lancar, serta berubah menjadi kekacauan besar, setelah mereka sadar ada konspirasi besar dalam kasus ini. Tak sekedar mengungkap misteri kematian Tadashi, Bih Hero 6 juga berusaha membantu banyak umat manusia.
Tampaknya Disney tak sembarangan, saat memutuskan untuk merombak karakter serta kisah film dari cerita asli dalam komik, membuat para pembaca komik Marvel sempat marah. Hanya saja terlepas dari pro kontra yang ada, modifikasi film Big Hro 6 yang ditulis Don Hall dan Jordan Roberts ini sangat menghibur serta dapat ditonton berbagai kalangan.
Film ini mampu membuat penonton tertawa sepanjang tayangan, karena beragam joke segar yang dilontarkan. Kendati demikian, terdapat beberapa karakter yang mirip dengan film-film sebelumnya, seperti fisik Baymax yang serupa dengan Eve di Wall-E, atau tokoh Krei Tech yang penampakannya mirip Julian Assange.
Beberapa penonton dewasa mungkin bakal merasa jenuh saat menonton, karena alur ceritanya yang mudah ditebak. Tak ada adegan khusus yang bisa membuat penonton berdecak kagum, sebab jalan ceritanya pun nyaris terlalu lurus.
Hanya saja, penggalian karakter para pengisi suara sangat maksimal, sehingga menjadi daya tarik tersendiri. Banyak pula pesan moral yang dapat diambil dalam film, seperti pentingnya tak bersikap malas, kasih sayang kepada saudara, serta dilarang memiliki dendam, karena dapat merusak semuanya.
Seperti karya Disney biasanya, film Big Hero 6 pun didukung teknik animasi canggih, terutama bagaimana mereka menggambarkan Kota San Francisco dan Tokyo yang digabung menjadi San Fransokyo. Dibandingkan film Disney sebelumnya, seperti Frozen, dan lainnya, film ini termasuk cerita baru yang segar. Bahkan, Banyak Pengamat film menyatakan Big Hero 6, sebagai film animasi terbaik 2014.
Para penonton khususnya anak-anak dan remaja, pasti akan sangat tertarik, sebab latar film sangat colorful, modern, serta canggih. Perlu diingatkan, jangan buru-buru keluar bioskop seusai film, karena ada end credit scene yang sayang bila dilewatkan.