Jumat 14 Nov 2014 11:16 WIB

Surat Terbuka Buat Jokowi Agar Berhati-hati pada Neoliberalisme

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Indah Wulandari
Presiden Jokowi dan Wapres JK.
Foto: AP Photo
Presiden Jokowi dan Wapres JK.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA Kiprah Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ketika menghadiri forum internasional perdananya dalam Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) CEO Summit 2014 di Beijing, Tiongkok ditanggapi berbagai pihak.

Pakar Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Andalas, Padang Ranny Emilia M.Phil, termasuk salah satu dari akademisi yang merespon hasil APEC yang dirasanya bisa melahirkan bentuk neoliberalisme.

Berikut isi sebagian suratnya:

Bapak Presiden RI yang terhormat,

Assalamualaikum wr. wb.

Surat terbuka ini dibuat semata-mata sebagai kesadaran untuk menjalankan tugas sebagai warga negara, mengingatkan ketika terasa tindakan presidennya bisa mendatangi bahaya. Surat semacam ini hanyalah salah satu saja dari cara saya untuk menyampaikan pikiran.

Bapak dikenal sebagai orang yang sangat dekat dengan rakyat, sederhana, rendah hati, namun juga gagah berani dalam membela kepentingan rakyat yang mengalami derita dan kerugian akibat ketidakhadiran negara ketika menghadapi masalah. 

Ketika menulis surat ini, tidak ada kekhawatiran pada diri saya  Bapak tidak akan membacanya, atau tidak peduli dengan ide-ide yang saya sampaikan. Bagi saya, diberi kesempatan oleh Allah untuk menyampaikan apa yang saya pikir bisa membantu untuk membaikan keadaan negeri sangatlah membahagiakan hati, dan itu cukup. 

Yang pertama yang ingin saya sampaikan kepada  Bapak adalah kekhawatiran saya pada pilihan-pilihan tindakan yang akan  Bapak buat. Pada akhirnya,  Bapak tetap saja harus memilih mana yang harus diutamakan tuntutan rakyat sendiri atau kehendak kekuasaan; apakah hak-hak yang diminta oleh rakyat yang harus  Bapak penuhi atau bisnis yang mendatangkan hasil-hasil besar bagi negara; apakah wewenang atau kearifan yang harus  Bapak gunakan untuk membuat visi dan misi  Bapak wujud.

Saya yakin  Bapak mengetahui banyak hal lebih dari saya dalam soal-soal mengurus negeri.  Bapak bahkan memiliki strategi yang eksklusif berupa “blusukan” dan ajakan makan bersama, untuk menanggulangi penolakan dan pemberontakan rakyat. 

Jalan yang  Bapak pilih, secara sosiologis politis boleh jadi efektif, namun secara nilai-nilai masih butuh pembuktian-pembuktian yang banyak. Apakah tidak pada akhirnya,  Bapak tetap saja akan memakai paksaan untuk membuat rakyat patuh guna mewujudkan ambisi dan rencana-rencana pembangunan yang telah  Bapak susun?

Saya juga yakin  Bapak mengetahui betul suasana hati rakyat di Indonesia, kondisi massa yang kehilangan rasa dan periksa akibat kebobrokan para pemimpinnya. Tenaga mereka diperas oleh sistem perbudakan modern, pikirannya terkuras oleh ambisi dan tipu daya para elitenya. 

Memang sangat menyedihkan, pada saat-saat kritis seperti sekarang ini politisi di DPR tidak dapat saling memahami mengenai hal-hal penting dan yang harus menjadi keutamaan pada mereka. 

Namun, saya mohon jangan sekali-kali  Bapak mengabaikan apa yang tengah berlangsung di lembaga ini, apalagi memutuskan untuk berjalan seorang diri. 

Tanpa bermaksud menafikan keistimewaan  Bapak, saya yakin  Bapak juga mengetahui apa yang membuat agen-agen perdagangan global begitu memuja  Bapak. 

Indonesia bukanlah sekedar ribuan pulau dan kumpulan para pekerja. Di sini, ratusan juta manusia yang memiliki darah dan jiwa hidup. Di negeri ini, ada ratusan bahkan ribuan adat istiadat dan aturan kehidupan yang berbeda-beda. Di sini, tersimpan harta pusaka dan sumber daya yang hendak dirawat dan diwariskan dari generasi ke gereasi hingga akhir zaman. 

Hak milik ini tidak boleh dihabiskan, dirusak, dan digunakan sekehandak hati, sekalipun untuk pembangunan nasional, kemajuan negara, apalagi sekadar untuk menopang sebuah pemerintahan selama satu periode atau lebih.

Terkait dengan perjalanan  Bapak untuk menjalankan diplomasi tingkat dunia, saya ingin  Bapak mau mempertimbangkan masukan ini. Konstitusi nasional itulah hendaknya yang  Bapak pakai sebagai acuan untuk mengadakan kerjasama perdagangan internasional. 

Hal ini untuk mengkontraskan posisi  Bapak yang dibebani tugas oleh rezim internasional untuk memasarkan dan meningkatkan efektivitas hukum perdagangan internasional (neoliberal) di satu sisi, serta posisi  Bapak sebagai pemimpin dari sebuah negara berdaulat dan merdeka di sisi lainnya.

Perasaan kolektif bangsa yang  Bapak wakili harus  Bapak nyatakan secara terus terang di forum dunia, bukan yang  Bapak rasakan dan alami, juga bukan yang ingin didengar oleh masyarakat dunia. Yang diamanatkan oleh anak-anak negeri itulah yang mesti  Bapak perjuangkan.

Jadikanlah konstitusi nasional sebagai landasan dan acuan untuk menjalankan diplomasi dunia, sambil meminta pihak yang terlibat dalam perundingan agar menengok kepada konstitusi nasionalnya pula dalam proses-proses negosiasi dan diplomasi. 

Dengan pendekatan ini, maka  Bapak telah memainkan peran yang sangat penting dalam mengadakan revolusi mental pada rezim internasional dan pemerintahan global. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement