Jumat 14 Nov 2014 23:00 WIB

Pemerintah Bekukan Izin Sentul City, Ada Apa?

  Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri sekaligus Direktur Utama PT Sentul City, Cahyadi Kumala keluar dari gedung KPK usai menjalani pemeriksaan, Jakarta, Selasa (30/9). (Republika/Yasin Habibi)
Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri sekaligus Direktur Utama PT Sentul City, Cahyadi Kumala keluar dari gedung KPK usai menjalani pemeriksaan, Jakarta, Selasa (30/9). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan membekukan izin perusahaan properti PT Sentul City terkait dengan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor.

Kasus tersebut menyeret direktur perusahaan sekaligus Presiden Komisaris PT Bukit Jonggol Asri Kwee Cahyadi Kumala sebagai tersangka. "(Izin tanah di Bogor) itu 'status quo' dulu. Ini pelanggaran ditangani KPK. Itunya 'status quo' saja, kan tidak bisa juga digunakan, tidak boleh," kata Ferry di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Jumat.

Ferry datang ke KPK untuk menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Dalam kasus ini, Bupati Bogor Rachmat Yasin, stafnya Muhammad Zairin serta bawahan Cahyadi Kumala yaitu FX Yohan Yap juga menjadi terdakwa.

"Saya kira dengan adanya tindak pidana korupsi terhadap keluarnya izin itu, hal-hal berkaitan dengan perizinan itu tentu 'status quo' tidak boleh dilanjutkan. Kita menunggu itu, efek jeranya nanti KPK lah," tambah Ferry.

Ia mengaku kementeriannya berkomitmen untuk memberikan data pertahanan yang benar kepada KPK. Atas tindakan Kementerian Agraria yang membekukan izin PT Sentul Citi, Wakil Ketua KPK mengapresiasi langkah tersebut.

"Menyangkut izin yang diberikan ada kesalahan, ada penyimpangan, menurut saya itu harus dicabut. Jadi saya pikir (pembekuan) itu satu hal yang bagus. Tentu KPK akan memberikan apresiasi. Memang demikian yang seharusnya sebab andaikata peryaratan tidak dipenuhi, izin diberikan berarti izin bermasalah, tidak 'clean and clear'," kata Zulkarnain.

KPK menyangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement