REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) menyatakan tindakan polisi yang memukul wartawan saat meliput unjuk rasa menolak kenaikan BBM di Makassar, Sulawesi Selatan, merupakan tindakan brutal.
"Aksi pemukulan terhadap wartawan itu merupakan salah satu bentuk brutalisme yg dipertontonkan aparat keamanan. Wartawan bukanlah musuh tapi komponen masyarakat yang berperan menjaga sosial kontrol, terutama terhadap kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat," kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane kepada Antara di Jakarta, Jumat.
Ia menambahkan seharusnya aparat keamanan menyadari hal itu dan bersinergi dengan wartawan.
Karena itu, kata dia, Mabes Polri harus bertindak tegas, antara lain menangkap dan menahan para pelakunya, karena ancaman hukuman terhadap pihak-pihak yang melakukan pemukulan pada wartawan, di atas 5 tahun penjara.
"Kasus ini agar secepatnya masuk pengadilan agar ada efek jera. Aksi demo yang disertai aksi-aksi brutal dipastikan tidak akan mendapat simpati dari publik. Bahkan akan membuat rakyat antipati pada polisi maupun mahasiswa. Untuk itu, baik aparat kepolisian maupun mahasiswa-mahasiswa makassar harus menghentikan, aksi demo yang brutalisme," katanya.
Jika tidak, ditambahkan, mereka akan menjadi musuh masyarakat. IPW juga berharap Kapolri menegur Kapolda Sulsel dan Kapolresta Makassar akibat adanya insiden ini dan meminta maaf kepada masyarakat.
"Bentrokan antar polisi dengan mahasiswa di Makassar sudah berulangkali terjadi. Seolah polisi dan mahasiswa menjadi musuh bebuyutan," katanya.
Hal ini tentunya sangat disayangkan seolah-olah pimpinan Polri di Makassar selalu gagal dan tidak mampu mengendalikan situasi, setiap kali ada demo mahasiswa.
"IPW sangat menyayangkan jika dalam aksi demo mahasiswa di Makassar kemarin, kembali muncul bersikap brutal, baik dari aparat maupun mahasiswa," katanya.