REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH – Badan Pusat Statistik Arab Saudi membeberkan data 524.435 penduduk berusia 15-34 tahun di negaranya yang belum menerima pendidikan apapun. Tidak adanya undang-undang yang mewajibkan orang tua mendidik anak-anak mereka disebut sebagai salah satu faktor penyebab tingginya angka buta huruf di negara ini.
Berdasarkan data yang diterbitkan harian Makkah, jumlah warga yang buta huruf di Arab Saudi mencapai 270.972 laki-laki dan 253.463 perempuan. Data ini memunculkan keprihatinan banyak pihak.
Para ahli pendidikan di Arab Saudi menyerukan agar dibuat undang-undang tentang pendidikan. Ketua Kajian Sosial Masyarakat Saudi Abdulaziz Al-Dakheel misalnya, menyerukan wajib belajar hingga tingkat sekolah menengah. “Ayah yang membiarkan anak-anak mereka tidak berpendidikan harus dihukum, terutama pemerintah telah melakukan pemborosan anggaran belanja untuk pendidikan,” kata Al-Dakheel.
Hal senada juga disampaikan anggota Dewan Syura Thoraya Al-Arid. Ia mencontohkan, di negara-negara Barat, orang tua yang gagal memberikan pendidikan hingga tingkat SMP akan dihukum. Ia juga menyerukan agar batas usia pernikahan untuk anak perempuan ditingkatkan. Al-Arid melihat banyaknya gadis yang menikah pada usia sekolah dasar menghalangi mereka untuk menerima pendidikan.
Meskipun Arab Saudi dikenalkan sebagai negara kaya raya, Al-Arid mencatat faktor ekonomi masih menjadi hambatan pendidikan di negara ini. Tak hanya itu, masalah sosial seperti penggunaan narkoba juga menghambat akses para pemuda dan pemudi menikmati pendidikan yang layak.
Al-Arid juga memberikan beberapa usulan lain, seperti penerapan undang-undang pencegah pekerja anak serta undang-undang yang memungkinkan pemenjaraan bagi orang tua yang tidak memenuhi tingkat minimum pendidikan bagi anak. Al-Dakheel memperhatikan adanya faktor lain, yaitu sejumlah besar anak autis dan anak berkebutuhan khusus yang tidak bisa menikmati sekolah. Ia menyoroti minimnya pusat rehabilitasi anak dengan disabilitas, yang hanya dapat ditemui di kota-kota besar.
Di beberapa wilayah pedesaan, warga dengan tingkat pendidikan rendah banyak terlibat dalam pertanian dan peternakan. Mereka lebih memilih bekerja ketimbang pergi ke sekolah.
“Kita tidak bisa meyakinkan orang-orang ini untuk lepas dari pekerjaan mereka atau meninggalkan tempat mereka untuk sekolah,” kata anggota lembaga pendidikan di Dewan Syura, Ahmed al-Mofreh.