REPUBLIKA.CO.ID, NEW SOUTH WALES -- Dalam laporannya, Serikat Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) memperingatkan, lebih dari 20 ribu spesies hewan dan tumbuhan di dunia tengah menghadapi kepunahan.
Temuan baru, yang memperbarui daftar merah dari spesies yang terancam punah ini, mensurvei 76.199 spesies tumbuhan serta hewan dan menunjukkan bahwa 22.413 di antaranya kini mengalami ancaman kepunahan.
Sejak November tahun lalu, 33 spesies telah dinyatakan punah, termasuk serangga kecil bernama ‘earwig’.
Earwig raksasa dari St. Helena bisa tumbuh sepanjang 80 milimeter dan tak terlihat sejak tahun 1967.
“Sejak awal 1960an, habitatnya telah rusak oleh penghapusan hampir seluruh tempat berpermukaan batu, yang jadi tempat berlindungnya, demi kepentingan konstruksi," kata laporan itu belum lama ini.
"Peningkatan tekanan predator dari tikus dan invertebrata predator yang mengganggu juga telah berkontribusi terhadap kepunahan ‘earwig’," tambah laporan IUCN.
Sementara itu, tuna sirip biru dari wilayah Pasifik telah berpindah dari kategori "tak mengkhawatirkan" ke kategori "rentan", yang artinya kelangsungan hidupnya sedang terancam.
IUCN mengatakan, spesies ini secara diburu secara ekstensif oleh industri perikanan, untuk pasar sushi dan sashimi di Asia. "Planet kita terus kehilangan keanekaragaman hidup yang luar biasa, terutama karena tindakan destruktif kita untuk memuaskan selera yang meningkat akan sumber daya," kata Direktur Jenderal IUCN, Julia Marton-Lefevre.
"Tapi kami memiliki bukti ilmiah bahwa kawasan lindung dapat memainkan peran sentral dalam membalikkan tren ini," imbuhnya.
Kupu-kupu hitam asli negara bagian New South Wales ditempatkan pada daftar spesies yang "terancam punah." "Spesies ini terancam utamanya disebabkan oleh invasi gulma dan pembangunan daerah pesisir yang menghancurkan habitatnya," kata laporan itu.
Perburuan adalah alasan utama mengapa banyak hewan ditempatkan pada daftar spesies yang terancam punah, terutama di Afrika. Namun seorang mantan tentara khusus Australia berharap agar dirinya mampu membendung kepunahan.
Damien Mander bekerja di Angkatan Laut Australia sebagai penyelam, kemudian menjadi pasukan penembak khusus. Setelah menghabiskan waktu untuk melatih para tentara di Irak sebagai seorang kontraktor militer swasta, ia bertolak ke Afrika untuk bergabung dalam unit anti-perburuan.
"Sepanjang perbatasan Mozambik dan Afrika Selatan, Anda melihat pemberontakan dengan tingkat yang rendah, dan Anda dihadapkan pada kelompok sindikat kriminal yang sangat terlatih, yang menyeberang ke Afrika Selatan menggunakan senapan otomatis dan bertenaga tinggi, hanya untuk memburu badak , "katanya.
Ia menyambung, "Ini sangat disayangkan, seseorang dengan keahlian seperti saya diperlukan untuk konservasi - tapi ini adalah dunia yang kita buat sendiri untuk dikelola.”