REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) telah menandatangani nota kesepahaman untuk menghentikan kisruh di DPR. Meski sudah ada kesepakatan untuk Islah, namun posisi KMP tidak akan berubah, dan tetap menjadi penyeimbang pemerintahan Jokowi-JK.
"Jadi perjanjian kesepakatan ini bukan berarti akan mengurangi posisi politik KMP yang berada di luar pemerintahan," ujar Idrus Marham, yang menjadi salah satu tokoh dibalik islah KMP-KIH, Senin (17/11).
Pria yang menjabat sebagai Sekertaris Jendral Partai Golkar ini mengatakan KMP tetap akan menjadi oposisi. Yang bisa mengkritisi pemerintah.
"Tentunya kritiknya harus logis, faktual, harus ada dasar-dasar pertimbangan untuk kepentingan bangsa," katanya.
Sementara mengenai sejumlah konsekuensi dari perjanjian damai ini, menurutnya ada sejumlah pasal di UU MD3 dan tatib yang dihapus. Antara lain, UU MD 3, Pasal 74, ayat 3,4,5. Pasal 98, ayat 7,8,9, juga pada tatib pasal 60 ayat 2,3,4,5.
Menurutnya penghapusan sejumlah pasal diatas, tidak mengurangi hak-hak DPR. Karena hak-hak tersebut sudah melekat pada anggota Dewan.
Konsekuensi lainnya adalah penambahan pimpinan pada AKD. Secara khusus, menurutnya KIH mendapat jatah 21 posisi di AKD. Semuanya berada pada posisi wakil ketua.