REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay menegaskan tidak ada hak yang dimiliki DPR yang dihapus pasca-penandatanganan kesepakatan damai antara Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih.
"Tidak ada hak DPR yang dihapus dari nota kesepakatan yang ditandatangani. Hak DPR yang dihapus itu tidak ada, hak interpelasi, hak angket, dan hak mengajukan pendapat tetap diatur di dalam UU MD3," katanya, Senin (17/11).
Menurut dia, hak-hak DPR itu diatur secara umum di dalam pasal 20A UUD 1945 dan secara khusus di atur di dalam pasal 79, 194-227 Undang-Undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Saleh menegaskan DPR tetap bisa menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan budgeting serta melakukan check and balances terhadap jalannya pemerintahan.
"Saya melihat ada miss-information soal hak DPR tersebut di kalangan masyarakat," ujarnya.
Selain itu menurut dia, isu penting dalam kesepakatan damai itu ada dua, pertama, penambahan pimpinan di setiap AKD. Kedua, menurut dia ada penghapusan pasal 98 ayat 7 dan 8 UU MD3 yang dinilai pengulangan atau "redundant".
KMP dan KIH sepakat menandatangani kesepakatan bersama diantara keduanya yang berlangsung pada Senin siang di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jakarta. Ada lima poin kesepakatan yang ditandatangani kedua belah pihak.
Salah satu poin yang disepakati adalah kedua belah pihak bersepakat dan setuju mengubah ketentuan terhadap Pasal 74 Ayat (3), ayat (4), ayat (5). dan ayat (6) serta pasal 98 ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD serta ketentuan Pasal 60 ayat (2) ayat (3) dan ayat (4) Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib untuk dihapus.
Hal itu disebabkan pasal-pasal tersebut secara substansi sudah diatur pada pasal 79 pasal 194 sampai dengan pasal 227 Undang-Undang MD3 Nomor 17 Tahun 2014.