REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) premium bersubsidi dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 per liter, demikian juga solar dari Rp 5.500 ke Rp 7.500 per liter. Itu adalah harga yang berlaku di Pulau Jawa dan Bali, sedangkan harga di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua jauh lebih mahal dari itu.
Harga bensin premium di Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur sebelum kenaikan dijual Rp 35 ribu per liter. Kini, premium bersubsidi di sana dijual Rp 50 ribu per liter.
"Itu harga ditingkat eceran. Penjual membawa BBM dari Kupang ke Pulau Sabu menggunakan jerigen," kata Yandharson Yanthopet Selan, seorang warga, dihubungi Republika, Selasa (18/11).
Kenaikan BBM di Pulau Sabu secara fluktuatif sering terjadi. Di luar pengumuman kenaikan harga dari pemerintah, kondisi lain yang memengaruhi misalnya cuaca buruk, sehingga armada pelayaran dan perahu pengangkut BBM tak bisa berlayar.
"Harga premium di kota masih lumayan. Kasihan masyarakat di kampung yang sudah cukup direpotkan dengan kelangkaan BBM dan kini dibebani lagi dengan harga yang semakin mahal," ujar Yanto.
Di tempat lainnya, Irzal Fakhrozi (27 tahun), mengatakan harga BBM di Selat Panjang, Kabupaten Meranti, Riau naik dari delapan ribu rupiah per liter menjadi Rp 10 ribu per liter. Dia memperkirakan harga di pelosok lain di Riau akan jauh lebih mahal. Ozi mengaku dia membutuhkan pengeluaran ekstra untuk transportasi kerja sehari-hari.
Yulinar (40), seorang warga di Sintang, Kalimantan Barat mengatakan harga BBM di sana naik dari sembilan ribu per liter menjadi Rp 12 ribu per liter. Dia mengungkapkan tiga SPBU yang terdapat di Sintang sempat tutup pada Senin (17/11) malam menjelang pengumuman oleh Presiden Joko 'Jokowi' Widodo.
"Premium di Silat, Sintang sempat dinyatakan habis," kata Yulinar.