Selasa 18 Nov 2014 13:20 WIB
Kenaikan BBM

Fraksi PKS Tegas Tolak Kenaikan BBM

  Antrean panjang kendaraan mobil dan motor yang mengantre mengisi bahan bakar menjelang kenaikan harga BBM bersubsidi  di SPBU Padjajaran Kota Bogor, Senin (17/11) malam.  (foto : MgROL30 )
Antrean panjang kendaraan mobil dan motor yang mengantre mengisi bahan bakar menjelang kenaikan harga BBM bersubsidi di SPBU Padjajaran Kota Bogor, Senin (17/11) malam. (foto : MgROL30 )

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Fraksi PKS di DPR menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak bersubsidi karena merupakan stimulus penggerak ekonomi rakyat.

"Fraksi PKS memandang penaikan harga BBM bersubsidi akan berpengaruh terhadap inflasi secara signifikan, memperburuk pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pengangguran serta kemiskinan," kata anggota Fraksi PKS Jazuli Juwaini di Gedung Nusantara I, Jakarta, Selasa.

Jazuli mengatakan penaikan harga BBM bersubsidi dengan angka relatif tinggi akan meningkatkan beban hidup sehari-hari rakyat secara signifikan. Menurut dia, dampak inflasi secara keseluruhan baik ekspektasi inflasi yang terbentuk, inflasi "first round" saat kebijakan diambil maupun "second round" pasca kebijakan.

"Penaikan harga BBM bersubsidi Rp2.000 akan mendorong kenaiakan harga-harga pangan dikisaran 15 persen sebagaimana yang terjadi tahun 2013 meski inflasi secara keseluruhan dikisaran 8-10 persen," ujarnya.

Dia menjelaskan kenaikan harga BBM bersubsidi juga akan merusak prospek ekonomi yang sudah mengalami perlambatan serius dan memperburuh pertumbuhan ekonomi yang sudah melambat 5,1-5,3 persen. Hal itu menurut dia akan meningkatkan jumlah pengangguran karena pukulan terhadap dunia usaha yang mengalami tekanan dan tidak mampu berekspansi.

"Penaikan harga BBM bersubsidi akan meningkatkan jumlah rakyat miskin. Jumlah itu akan bertambah signifikan meski program kompensasi diberikat mengingat besarnya jumlah rakyat yang mendekati miskin sehingga berpotensi tidak seluruhnya tercakup dalam program kompensasi," katanya.

Menurut Jazuli, PKS memandang peningkatan ruang fiskal seharusnya dapat dijalankan dengan meningkatkan Penerimaan Negara baik pajak maupun Penerimaan Pajak Bukan Pajak (PNBP) terlebih dahulu. Hal itu menurut dia masih memungkinkan mengingat kondisi tax ratio yang masih potensial untuk bisa ditingkatkan.

"Penghematan belanja barang dan pegawai yang masih banyak inefisiensi juga masih memungkinkan dijalankan," ujarnya.

Dia menegaskan langkah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan cara-cara instan dan langkah short cut dan akan terus berulang, tapi tidak menjangkau serta tidak bisa menuntaskan akar permasalahan di dunia migas.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement