REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 2.000 dinilai akan membuat harga pangan naik. Selain itu, harga premium Rp 8.500 dan solar Rp 7.500 juga akan mendongkrak inflasi.
Dari data Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), setelah ada kenaikan harga BBM, akan diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan pokok lain sebesar 15 persen. Sebab, kondisi yang sama pernah terjadi di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada tahun 2013 lalu. Hal ini akan membuat tingkat inflasi juga terdorong naik.
"Kenaikan harga-harga pangan di kisaran 15 persen, meski inflasi secara keseluruhan dikisaran 8-10 persen," kata ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11).
Jazuli menambahkan, kenaikan harga BBM juga akan merusak prospek ekonomi yang sudah melambat di kisaran 5,1-5,3 persen.
Dengan semakin melambatnya pertumbuhan ekonomi, maka tingkat pengangguran akan semakin besar dan jumlah rakyat miskin semakin meningkat. Terlebih, kondisi saat ini jumlah rakyat yang mendekati miskin sangat besar dan tidak tersentuh program kompensasi yang dijanjikan pemerintah.
Menurut PKS, kebijakan memilah dengan membedakan harga BBM bersubsidi untuk kendaraan pribadi dengan kendaraan umum masih menjadi pilihan terbaik yang dapat dilakukan dalam jangka pendek.
"Kebijakan ini akan menghasilkan peningkatan ruang fiskal yang sama besar tapi berdampak rendah pada masyarakat," imbuh Jazuli. Namun, dengan menaikkan harga BBM bersubsidi, pemerintah justru mengambil kebijakan yang memersulit kondisi rakyat.