REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 83,3 persen dari total Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia didominasi jangka panjang. ULN berjangka panjang pada triwulan III 2014 mencapai 243,4 miliar dolar AS.
Angka itu meningkat 6,0 miliar dolar AS atau 2,5 persen dibandingkan dengan posisi triwulan II 2014 sebesar 237,4 miliar dolar AS.
Pada akhir September 2014, ULN jangka panjang sektor publik mencapai 128,0 miliar dolar AS atau 96,3 persen dari total ULN sektor publik. Sementara di sektor swasta tercatat sebesar 115,5 miliar dolar AS atau 72,5 persen dari total ULN swasta.
"ULN berjangka pendek pada triwulan III 2014 sebesar 48,9 miliar dolar AS atau 16,7 persen dari total ULN, meningkat 0,3 persen dibandingkan dengan posisi akhir triwulan II 2014 sebesar 48,7 miliar dolar AS," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara, melalui siaran pers, Selasa (18/11).
Sementara, pada sektor swasta, posisi ULN pada akhir September 2014 terutama terpusat pada sektor keuangan, industri pengolahan, dan pertambangan.
Posisi ULN ketiga sektor tersebut masing-masing sebesar 46,6 miliar dolar AS atau 29,3 persen dari total ULN swasta, 32,5 miliar dolar AS atau 20,4 persen dari total ULN swasta, dan 25,8 miliar dolar AS atau 16,2 persen dari total ULN swasta.
Posisi ULN sektor keuangan dan sektor industri pengolahan bila dibandingkan dengan triwulan II 2014, masing-masing tumbuh 9,2 persen, dan 3,9 persen, sementara sektor pertambangan mengalami penurunan sebesar 6,6 persen.
Bank Indonesia menilai perkembangan ULN masih cukup sehat, namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian.
Hal itu sejalan dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia No 16/20/PBI/2014 tanggal 28 Oktober 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.
ULN diharapkan dapat lebih berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko stabilitas makroekonomi ke depan.