REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengungkapkan keinginannya untuk dapat mencetak perwira TNI sebagai master intelijen yang memiliki kemampuan hebat dan diakui dunia. Keinginan tersebut disampaikan Panglima TNI saat membuka Sekolah Manajemen dan Analisis Intelijen angkatan pertama tahun 2014 di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (17/11).
Menurut Moeldoko,Mabes TNI saat ini tengah memikirkan bagaimana seorang perwira menengah (Pamen) berpangkat Letnan Kolonel yang memiliki kemampuan intelijen yang hebat, namun tidak mempunyai kesempatan untuk Sekolah Staf dan Komando (Sesko) Angkatan dan masa depannya tidak jelas karena tidak ada sekolah untuk naik pangkat.
"Menurut pandangan saya, saat ini para Pamen tak usah memikirkan soal jabatan. Karena nantinya akan menjadi master intelijen," kata Moeldoko dalam siaran pers.
Moeldoko menyatakan, sekolah intelijen yang baru dibuka tersebut akan menjadi pengembangan karier prajurit TNI ke depan, sehingga, untuk menjadi seorang Asintel Kodam tidak harus mengikuti Sesko Angkatan. "Tak perlu kecil hati. Yang terpenting agar menekuni bidang intelijen ini," kata mantan kepala staf Angkatan Darat (KSAD) itu.
Moeldoko meminta para siswa sekolah intelijen gelombang pertama itu menekuni setiap pelajaran yang diberikan dan mengasah kemampuan intelijen mereka. Dia pun meminta agar soal-soal yang diberikan tidak sama.
"Kasih beban yang seberat-beratnya agar para siswa mampu mengasah dengan baik kemampuan intelijennya, anggaran akan disiapkan. Soal pengembangan SDM, saya tak perlu hitung-hitung, yang penting bisa berkembang dengan baik," ujar mantan wakil gubernur Lemhannas itu.
Dalam arahannya, Moeldoko memerintahkan agar ada penguatan intelijen yang harus segera dilakukan. Hal ini penting, mengingat setelah reformasi, persoalan intelijen di Indonesia menjadi kacau balau, dan bahkan ada upaya untuk mengecilkan peran dan fungsi intelijen.
"Hampir sebagian kita tahu, hampir sebagian pejabat tahu, hampir sebagian masyarakat tahu dan merasakan, tetapi sebagian besar itu juga tak berbuat apa-apa dan hanya menikmati kondisi ini," katanya. "Bisanya hanya komentar, mengeluh dan menyalahkan orang lain. Tapi tak ada upaya yang serius untuk menanganinya."
Kondisi yang demikian itu, sudah berlangsung lama, sehingga persoalan intelijen menjadi lemah dan tak berdaya. Untuk mengembalikan Indonesia yang memiliki intelijen yang kuat bukan persoalan yang mudah, namun membutuhkan waktu relatif lama.
"Dulu kita punya tokoh dan master intelijen yang hebat dan diakui oleh dunia, seperti Bapak Yoga Sugama, Benny Moerdani dan Hendropriyono. Namun ke arah sini belum ada lagi master intelijen Indonesia," kata Moeldoko.