REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) kelautan dan perikanan di Indonesia yang tidak hanya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, namun juga mengedepankan perubahan sikap dan perilaku, khususnya di bidang konservasi perairan, mendapatkan pengakuan oleh dunia.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan (BPSDM KP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Suseno Sukoyono, Selasa (18/11), di Jakarta.
Sukoyono sendiri sebelumnya hadir menjadi panelis pada Worlds Leaders Dialogue di acara International Union for Conservation of Nature (IUCN) World Park Congress (WPC), 16 November lalu. IUCN merupakan lembaga non profit internasional di bidang pelestarian lingkungan laut dan pesisir mengundang Suseno untuk menyampaikan kebijakan KKP, khususnya dalam menyiapkan SDM pengelola kawasan konservasi perairan.
Suseno menjadi satu-satunya panelis dari Asia bersama panelis lainnya: Jason Clay, Senior Vice President, Market Transformation, WWF US; ahli kelautan dengan ribuan jam penjelajahan bawah laut Amerika, Sylvia Earle (Explorer-in-Residence, National Geographic, and WPC 2014 Patron); Tom Lovejoy, Senior Fellow, UN Foundation, and Professor in Environmental Science and Policy, George Mason University; Alcinda Abreu, Minister for the Environment, Mozambique; Guillermo Castilleja, Chief Program Officer, Environmental Conservation, Gordon and Betty Moore Foundation; UNCCD Executive Secretary Monique Barbut; dengan moderator penggiat konservasi dari Mesir, Randa Fouad (President, Arab Media Forum for Environment and Development).
Dengan mengusung tema 'Food for Thought: Nine Billion Within Planetary Boundaries', Indonesia melalui KKP, berbagi kepada dunia mengenai upaya-upaya peningkatan kapasitas SDM konservasi perairan yang telah dilakukan dengan berbasis sains dan etika dalam skema Public Private Partnership.
Pada kesempatan ini, delegasi menyampaikan hasil pelaksanaan Pelatihan dan Workshop Internasional Peningkatan Kapasitas SDM Pengelola Kawasan Konservasi Perairan (International Training Workshop on Marine Protected Area), tanggal 16-19 September lalu, di Bali. Even ini diinisiasi oleh BPSDM KP, KKP, bekerja sama dengan IUCN dan Coral Triangle Center (CTC), sebagai kontribusi Indonesia bagi pengembangan SDM untuk mengimplementasi good ocean governance di forum internasional. Sinergi IUCN dan BPSDM KP ini merupakan kegiatan pelatihan bagi pengelola kawasan konservasi perairan yang pertama kali diselenggarakan oleh IUCN di Indonesia.
Menurut Suseno, keberhasilan pengembangan kawasan konservasi perairan sehingga mampu mencapai tujuan melestarikan lingkungan perairan dan sumber daya ikan tergantung bagaimana pengembangan SDM-nya.
"Indonesia untuk pertama kali bermaksud mengembangkan kawasan konservasi perairan sebagai peluang untuk menciptakan lapangan kerja baru yang melibatkan tenaga-tenaga profesional. Tenaga-tenaga profesional tersebut tentu harus menerapkan sejumlah standar-standar kompetensi kerja," ujarnya.
Suseno juga menyampaikan perkembangan terbaru kebijakan pengelolaan kelautan dan perikanan di Indonesia, yakni telah disahkannya Undang-Undang Kelautan nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Peraturan moratorium ini merupakan bentuk komitmen Indonesia dalam menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan. Komitmen ini disampaikan Suseno dalam satu kalimat 'Save it, study it, use it'. Moratorium merupakan bagian dari save it, baru kemudian dilakukan study untuk menentukan strategi kebijakan pengelolaan sumber daya, sehingga pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan (use it) dapat berkelanjutan dan lestari.
Terdapat dua tema pertanyaan kunci terhadap para panelis, yang pertama adalah pandangan panelis terhadap data FAO bahwa terdapat 805 juta orang dalam kondisi kelaparan yang kronis, sementara dari 100% orang Amerika Serikat terdapat 35,7% orang dalam kondisi obesitas, dan 69,2% nya kelebihan berat badan. FAO juga menyampaikan bahwa 1/3 dari makanan yang diproduksi kenyataanya akan dibuang, serta satu dari tujuh orang di dunia dalam kondisi kelaparan.
Dalam sudut pandang peningkatan kapasitas manusia, Suseno, menyampaikan, bahwa peningkatan pengetahuan dan keahlian, KKP juga mengembangkan perubahan sikap dan prilaku peserta pelatihan. Salah satunya melalui pelatihan berbasis blue economy, meminimalisir bagian yang dibuang dari bahan baku perikanan. Ia juga menekankan pentingnya merubah perilaku konsumsi penduduk di negara maju, untuk tidak mengkonsumsi ikan yang masih dalam usia produktif, khususnya pada spesies yang mengalami tekanan jumlah populasi di alam.
Moderator pada kesempatan tersebut melontarkan pula isu persaingan penggunaan bahan baku pangan dalam produksi bio fuels, produksi pangan, dan produksi makan ternak. Suseno menjawab hal ini dengan menyampaikan, blue economy yang dikembangkan Indonesia bersama negara lainnya telah berupaya menjawab tantangan tersebut, dengan memanfaatkan limbah pengolahan bahan baku pangan menjadi bahan bagi produksi bio-fuel dan makan ternak. Salah satu peserta seminar dari FAO menyampaikan pula bahwa blue economy yang disampaikan Indonesia telah diakomodir oleh FAO dalam skema Blue Growth – Blue Economy Inititation.
Selain itu, Delegasi mengadakan pertemuan dengan Technical and Further Education (TAFE) Directors Australia (TDA), dan Service Skills Australia (SSA) yang dipimpin oleh Sekretaris BPSDM KP, Mulyoto, untuk berdiskusi dan membahas tentang pengembangan yang sedang dilakukan oleh Balai Pendidikan dan Pelatihan lingkup KKP, mengembangkan sistem klasifikasi, sertifikasi, dan keahlian di sektor kelautan dan perikanan. Australia telah berhasil membangun sistem tersebut dengan dukungan swasta, asosiasi, pemerintah, serta akademisi. Pertemuan ini juga untuk menindaklanjuti insiasi yang telah dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada saat kunjungan ke TAFE dan SSA, Juni lalu.