Rabu 19 Nov 2014 16:21 WIB

Lambannya Pencairan Tunjangan Penghulu Rawan Gratifikasi

Rep: c 78/ Red: Indah Wulandari
Irjen Kemenag yang juga mantan wakil ketua KPK M Jasin mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Irjen Kemenag yang juga mantan wakil ketua KPK M Jasin mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Inspektur Jenderal Kementerian Agama (Kemenag) M Jasin menilai prosedur pencairan tunjangan profesi dan transportasi penghulu atas dampak Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 terlalu lama. Hal tersebut dikhawatirkan memicu tindak gratifikasi kembali. 

“Kami berharap koordinasi dengan Kemenkeu bisa cepat karena uang PNBP (penerimaan negara bukan pajak) sudah terkumpul hampir Rp 300 miliar,” kata Jasin, Rabu (19/11).

Di samping mendorong percepatan prosedur pencairan tunjangan bagi penghulu, Jasin menyarankan Kemenag agar melakukan kesepakatan dengan Kemendagri untuk melarang oknum Kemendagri terlibat gratifikasi dalam proses pelayanan pencatatan nikah. 

Lantaran pengurusan surat-surat nikah bukan hanya melibatkan Kemenag tapi juga pegawai Kemendagri di kantor desa, kecamatan dan kelurahan.

Oknum camat di bawah Kemendagri, misalnya, menurut Jasin kerap terlibat dalam penambahan biaya nikah masyarakat. 

Direktur Jenderal Bimas Islam Kemenag Machasin menegaskan, dalam waktu empat sampai lima hari mendatang,  tunjangan penghulu akan dapat dicairkan secara serentak.

 “Kita maunya cepat, tapi mengurus 446 kabupaten kota bukan perkara sederhana,” katanya.  Disebutkannya, ada dua hal yang menyebabkan prosedur pencairan tunjangan penghulu lamban. 

Lantaran pengumpulan data dari KUA berupa dokumen keuangan di daerah yang berproses, kemudian setelah itu menunggu surat keputusan pencairan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement