REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Indonesia Hebat (KIH) telah meminta Koalisi Merah Putih (KMP) untuk bekerjasama dalam merevisi Undang-undang MD3 termasuk menghapus hak interpelasi. Beberapa pihak menilai tindakan yang dilakukan KIH merupakan sikap yang khawatir berlebihan.
Pengamat politik Indonesia Taufik Riyadi mengatakan, permintaan KIH ini mengindikasikan sikap khawatir yang berlebihan kepada KMP. Ini disebabkan karena kekhawatiran KMP untuk melakukan interpelasi terhadap kebijakan pemerintah. Pihak KIH selama ini menganggap KMP merupakan oposisi pemerintah.
"Masalah oposisi atau bukan, biar masyarakat yang menilai," tegasnya.
Berkaitan dengan hak interpelasi, Taufik menilai tindakan ini sangat wajar. "Lagipula hak interpelasi itu kan cuma sekedar nanya loh!" kata Taufik saat dihubungi Republika Online (ROL) pada Rabu (19/11).
Untuk itu, Taufik menilai tindakan dan permintaan yang diajukan KIH ini sangat kurang tepat. Menurutnya, hak DPR terutama interpelasi merupakan bagian terpenting dari perananya di pemerintahan.Apalagi, menurutnya, Indonesia memegang sistem presidensial dalam pemerintahannya.
"DPR dalam hal ini legislatif harus seimbang dengan eksekutif," katanya.
Taufik juga menambahkan, DPR dengan hak-hak tersebut terutama hak interpelasi dinilai sangat penting dalam pemerintahan. Karena, menurutnya, tugas DPR memang untuk mengawasi keputusan maupun kebijakan pemerintahan eksekutif.. Apalagi, Taufik mengingatkan, saat ini Indonesia bukan berada di era orde baru tapi sudah dalam masa reformasi.
Di masa reformasi ini, kata Taufik, pengawasan tidak hanya dilakukan oleh DPR. Pengawasan dan pengtrolan juga dilakukan oleh pers, media massa, LSM dan mahasiswa. "Ini dilakukan agar demokrasi tetap terjaga," tambahnya.