REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Transaksi reasuransi nasional tahun 2013 lalu mengalami defisit sebesar Rp 8,19 triliun. Kondisi ini terjadi karena premi reasuransi yang ditempatkan di luar negeri mencapai Rp 19,95 triliun. Sedangkan penerimaan komisi atas penempatan reasuransi itu hanya Rp 2,79 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan, Firdaus Djaelani, mengatakan secara keseluruhan transaksi reasuransi ke luar negeri pada 2013 mengalami defisit sebesar Rp 10,8 triliun.
Tapi transaksi reasuransi mendapat keuntungan yang diperoleh dari luar negeri sebesar Rp 2,61 triliun. "Maka secara total transaksi reasuransi industri asuransi nasional mengalami defisit sebesar Rp 8,19 triliun,’’ kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Firdaus Djaelani pada acara penandatanganan nota kesepakatan Indonesian Profesional Reinsurers (IPR) tentang pembentukan kapasitas bersama di Jakarta, Selasa (18/11).
Lebih lanjut Firdaus menyebut, untuk menekan defisit neraca pembayaran reasuransi dan mendorong optimalisasi kapasitas reasuransi dalam negeri, maka OJK telah menginstruksikan kepada seluruh direksi perusahaan asuransi umum daalam perusahaan asuransi jiwa.
Perusahaan asuransi umum diwajibkan untuk menempatkan reasuransi atas pertanggungan pada lini usaha kendaraan bermotor, kesehatan, kecelakaan diri, dan kredit di dalam negeri. Sedangkan perusahaan asuransi jiwa diwajibkan menempatkan reasuransi atas pertanggungan pada seluruh lini usaha asuransi jiwa di dalam negeri.
Selain itu, OJK juga mewajibkan perusahaan reasuransi untuk mendukung upaya peningkatan kapasitas reasuransi dalam negeri. Firdaus mengakui, ketentuan priority treaty yang diatur saat ini tidak seimbang dengan kapasitas yang dimiliki oleh dalam negeri. Perusahaan asuransi nasional memiliki limit treaty sebesar 20 juta dolar AS sampai dengan 25 juta dolar AS.
Dengan aturan priority treaty sebesar minimum 10 persen of limit, maka pertanggungan ulang yang masuk ke dalam negeri hanya sebesar 2 juta sampai 2,5 juta dolar AS. ''Padahal kapasitas yang dimiliki oleh dalam negeri dari Indonesian Professional Reinsurers (IPR) mencapai lebih dari 20 juta dolar AS dan mampu menyerap lebih dari 60 persen treaty,'' tutur Firdaus.
Dengan demikian, kata dia, kapasitas yang dimiliki oleh dalam negeri tidak dapat digunakan secara optimal dan masih terdapat gap yang cukup besar antara ketersediaan kapasitas dengan penggunaanya. Begitu juga untuk pertanggungan ulang fakultatif. Kapasitas pertanggungan ulang fakultatif sebesar 50 juta dolar AS juga tidak dapat digunakan secara optimal.