Kamis 20 Nov 2014 04:50 WIB
Bentrokan TNI-Polri

Pengamat: TNI dan Polri Jangan Salah Gunakan Jiwa Korsa

Rep: C82/ Red: Yudha Manggala P Putra
TNI Polri
Foto: Antara
TNI Polri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Markas Komando (Mako) Brimob Polda Kepri di Batam diberondong tembakan, Rabu (19/11) malam. Diduga, penembakan tersebut merupakan lanjutan dari penyerangan puluhan anggota Yonif 134 Tuah Sakti ke Barak Teratai Satbrimob Polda Kepri pada siang harinya.

Kejadian yang sama terjadi dua bulan yang lalu. Kala itu, Markas Brimob juga didatangi oleh beberapa anggota Batalyon 134 Tuah Sakti.

Pengamat militer dari Universitas Padjajaran, Muradi mengatakan, kembali terulangnya kejadian yang sama dalam waktu dua bulan menunjukkan bahwa tidak ada penyelesaian yang serius dari pimpinan kedua belah pihak.

"Saya menangkap aura dari pimpinan itu tidak ikhlas menyelesaikan problem ini. Jadi, ada semacam legitimasi yang dipahami personel di lapangan sebagai pembiaran," kata Muradi kepada Republika, Rabu (19/11).

Muradi mengatakan, TNI dan Polri, harus bisa membatasi semangat jiwa korsa atau Esprit de Corps yang terkadang disalahgunakan oleh anggotanya. "Komando jangan ikut ngomporin, seolah menyembunyikan kesalahan anggota, yang cuma satu dua orang demi jiwa korsa. Kalau mereka hanya menjadi benalu dari institusi, maka itu yang dipecat. Itu berlaku di Polri dan TNI," ujarnya.

Menurut Muradi, dari hasil pengamatannya pada kejadian dua bulan lalu, tidak ada hukuman berat yang diberikan pada pelaku, baik dari TNI maupun Polri. Hal tersebutlah, lanjutnya, yang menjadi semacam legitimasi non struktural atau non komando bagi para anggota di lapangan untuk kembali melakukan tindakan yang memalukan bagi institusi.

"Jadi, menurut saya sekarang yang harus dihabisi tanda kutip atau dikejar adalah  tali komandonya. Misalnya, ada tidaknya Panglima TNI atau Kapolri yang  memecat yang berbuat. Ada punishment yang luar biasa," jelasnya.

"Kalau mereka tidak diberi sangsi, dikeluarkan, dipecat tidak akan ada efek jera," ujar Muradi menambahkan.

Ia mengatakan, tindakan yang dilakukan oknum-oknum tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat karena membuat masyarakat resah dan menjadi isu nasional. Bahkan, kejadian tersebut sudah menjadi pemberitaan di media-media asing.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement